Nurdin Halid Bantah Loloskan Syahrul Yasin dan Indra Karena Khawatir Munaslub Diobok-obok Lagi
Lolosnya kedua politikus PG tersebut semata karena perubahan syarat penyetoran dana Rp 1 miliar yang semula iuran bersifat wajib
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Steering Committee Munaslub Partai Golkar 2016, Nurdin Halid, membantah diloloskannya Syahrul Yasin Limpo dan Indra Bambang Utoyo sebagai calon ketua umum tanpa menyetor dana Rp1 miliar karena khawatir hasil munaslub kembali 'diobok-obok' dengan digugat ke pengadilan.
Hal itu disampaikan oleh Nurdin Halid usai jumpa pers penetapan lolosnya Syahrul Yasin Limpo dan Indra Bambang Utoyo di kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, Sabtu (7/5/2016).
"Nggak ada, nggak ada itu. Itu hanya karena adanya imbauan KPK saja agar kembali ke koridor hukum. Kami berterima kasih kepada KPK, karena itu untuk pencegahan (gratifikasi)," ujarnya.
Diketahui, dilakukannya Munaslub pasca-rekonsiliasi ini tidak terlepas lantaran terjadi perpecehan kepengurusan Partai Golkar yang dipimpin oleh Aburizal Bakrie dan Agung Laksono.
Menurut Nurdin, lolosnya kedua politikus PG tersebut semata karena perubahan syarat penyetoran dana Rp 1 miliar yang semula iuran bersifat wajib menjadi sumbangan sukarela tidak mengikat.
Perubahan syarat itu pun dilakukan menyusul adanya penjelasan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang adanya caketum dan pemilih yang berlatar belakang Penyelenggara Negara.
Selain itu, sumbangan Rp1 miliar dari caketum tersebut telah disesuaikan dengan Pasal 34 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 sebagaimana diundah dengan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan AD/ART Partai Golkar yang menyebutkan sumbangan dana dari kader bersifat tidak mengikat.
Sementara, dalam salah satu pasal UU tentang Partai Politik diatur tentang tiga sumber keuangan partai.
Pertama, dari iuran anggota atau kader partai. Kedua, sumbangan sah menurut hukum berupa sumbangan perorangan anggota partai yang diatur dalam AD/ART partai, sumbangan perorangan non-anggota partai maksimal Rp1 miliar dan sumbangan badan/perusahaan maksimal Rp7,5 miliar. Ketiga, dana dari APBN/APBD.
"Jadi, kedua aturan itu yang juga membuat kami melakukan penyesuaian syarat bakal calon," katanya.
Sebelumnya, hasil konsultasi utusan Partai Golkar ke komisi anti-rasuah, pimpinan KPK menyarankan sekaligus melarang pihak PG untuk tidak melakukan praktik politik uang dalam Munaslub.
Dan pungutan uang Rp1 miliar ke para caketum tersebut adalah bagian politik uang dan berpotensi menjadi gratifikasi. Sebab, sebagian caketum yang bertarung, pihak panitia hingga pengurus DPP, DPD Tingkat I dan II yang mempunyai hak suara sebagai pemilih adalah Penyelenggara Negara.
Namun, pihak Partai Golkar tidak mendengarkan saran dan rekomendasi dari KPK itu dengan tetap melaksanakan pungutan dana Rp1 miliar ke caketum.
Ada enam caketum yang menyetorkan dana ke pihak panitia Munaslub. Yakni, Aziz Syamsuddin, Setya Novanto, Ade Komarudin, Mahyudin, Airlangga Hartanto dan Priyo Budi Santoso.
Sementara, bakal calon Syahrul Yasin Limpo dan Indra Bambang Utoyo menolak menyetorkan dana tersebut karena adanya rekomendasi dari KPK itu.
Bagi Nurdin selaku Ketua SC Munaslub, dengan perubahan syarat iuran wajib menjadi sumbangan dana tidak mengikat itu, maka dana Rp1 miliar yang telah disetorkan enam caketum ke panitia penyelenggara adalah bukan bagian politik uang maupun gratifikasi.
"Bukan. Malah sekarang yang menyumbang ada yang lebih dari itu. Tapi, kami tidak bisa sebutkan," katanya.