Aturan Reklamasi Masih Tumpang Tindih Antara Pusat dan Daerah
Reklamasi bagi Indonesia sebagai negara kepulauan suatu keniscayaan ditengah banyaknya pulau di Indonesia mulai tergerus akibat pemanasan global
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik reklamasi teluk Jakarta yang tersandung masalah hukum dan berujung pada moratorium reklamasi, menjadi perhatian besar bagi masyarakat sehingga menilai reklamasi sesuatu yang dinilai negatif atau tabu untuk dilakukan.
Persoalan reklamasi harus di lihat secara luas yaitu upaya melakukan revitalisasi daerah menjadi lebih baik.
Juga perlu dicarikan solusi mengingat banyak aturan soal reklamasi yang masih tumpang tindih antara pemerintah daerah dan pusat.
Antropolog Universitas Indonesia, Nurmala Kartini Pandjaiyan Sjahrir mengatakan reklamasi bukanlah sesuatu yang baru dan tidak harus dilihat negatif, terlebih reklamasi sendiri tidak bisa dihindari di tengah ancaman perubahan alam atau climate change.
“Reklamasi itu menjadi obat penawar bagi daerah untuk bisa lebih baik lagi selama masih mengacu aturan yang berlaku dan sesuai analisis dampak lingkungan atau amdal,” katanya di Jakarta, Selasa (10/5/2016).
Maka untuk memuluskan reklamasi berjalan sesuai aturan dan memperhatikan dampaknya bagi masyarakat, tentunya pemerintah sebagai regulator harus menyusun aturan main yang benar dan kordinasi yang baik.
"Saat ini aturan soal reklamasi masih tumpang tindih. Bagaimanapun juga reklamasi harus dilihat secara luas bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan, tetapi untuk kepentingan masyarakat luas," kata Nurmala.
Menurutnya proses pelaksanaan reklamasi tetapi harus diperhatikan amdalnya terhadap sosial ekonomi dan lingkungan sekitar.
Kemudian hasil dari amdal sendiri harus disosialisasikan kepada masyarakat luas dan bukan sebaliknya ditutupi.
“Jangan sampai masyarakat menganalisa sendiri soal reklamasi dengan informasi yang minim," katanya.
Ahli tata ruang, Hendricus Andy Simarmata mengatakan reklamasi tidak harus dilihat dari ouptutnya saja tetapi proses dan tujuannya.
“Aturan reklamasi yang sudah hadir sejak tahun 1995, kini bergerak dinamis sehingga banyak aturan baru yang disesuaikan dengan kondisi perkembangan terkini,” tuturnya.
Namun terlepas dari aturan yang masih tumpang tindih, kata Andy, reklamasi dalam praktiknya harus memperhatikan amdal.
"Karena bila tidak memperhatikan ekosisitem bawah laut dan sedimentasi akan menuai dampak lingkungan yang lebih besar lagi," katanya.