KNKT: KMP Rafelia 2 Sudah Tidak Layak Sebelum Berlayar
KNKT menemukan bahwa stabilitas kapal pada saat kapal berangkat sudah tidak memenuhi kriteria stabilitas kapal yang baik
Penulis: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, BANYUWANGI - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pada Selasa (10/5/2016) mengumumkan laporan akhir hasil investigasi kecelakaan kapal Motor Penyeberangan (KMP) Rafelia 2 yang tenggelam pada 4 Maret 2016 di selat Bali saat melakukan pelayaran dari Pelabuhan Gilimanuk, Bali menuju Pelabuhan Ketapang di Banyuwangi.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas yang turut hadir pada acara tersebut berharap hasil investigasi bisa menjadi evaluasi penyelenggaraan transportasi.
"Ini penting, ke depan perlu sinergi antar pihak pusat, daerah, dan stakeholder, oleh karena itu perlu ada evaluasi dari penyelenggaraan jasa transportasi", katanya.
Ketua Sub Komite Kecelakaan Transportasi Laut KNKT yang juga Ketua Investigasi Kecelakaan Tenggelamnya KMP Rafelia 2, Capt. Aldrin Dalimunthe menjelaskan dari hasil investigasi, KNKT menemukan bahwa stabilitas kapal pada saat kapal berangkat sudah tidak memenuhi kriteria stabilitas kapal yang baik. Syarat beban kapal melebihi dari syarat maksimum yang diizinkan.
Selanjutnya akumulasi air laut yang cukup banyak di geladak kendaraan yang terjadi pada saat kapal berlayar menyebabkan penurunan stabilitas kapal dengan cepat.
Masuknya air laut ini berasal dari gelombang haluan yang masuk melalui pintu rampa haluan yang tidak tertutup. Kapal menjadi miring dan tidak dapat kembali tegak.
Dibukanya pintu rampa sejajar dengan permukaan air laut serta lepasnya pintu rampa dari engselnya membuat air laut semakin banyak masuk ke dalam geladak kendaraan dan mempercepat laju kemiringan kapal.
“Kemiringan kapal ini diikuti oleh bergeraknya muatan di geladak kendaraan dan makin memperburuk stabilitas,” tegasnya.
Selain itu, KNKT juga melihat bahwa kapal sejenis KMP. Rafelia 2 secara teknis tidak dapat dioperasikan di dermaga jenis Landing Craft Machine (LCM), dermaga yang terdiri landasan beton tanpa adanya perangkat tambahan, dikarenakan bentuk haluan yang memiliki bulbous dan struktur pintu rampa kapal.
Investigasi juga menemukan adanya kekurangan pengawasan terhadap pola operasi kapal termasuk proses pemuatan dan penataan muatan oleh pihak operator maupun pengawas keberangkatan kapal. Selain itu modifikasi dan pola operasi pintu rampa haluan juga teridentifikasi turut berkontribusi pada kecelakaan.
Berdasarkan hasil Investigasi, KNKT menyimpulkan bahwa faktor yang berkontribusi pada kejadian ini yaitu akibat pemuatan,sarat kapal mengalami kelebihan 0.6 m (559 ton) dibandingkan pada sarat kapal 2.7 m sehingga stabilitas