18 Tahun Berlalu, Orangtua Korban Penembakan di Trisakti Masih Cari Keadilan
proses penyelesaian pelanggaran HAM berat tahun 1998 seperti berjalan di tempat.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sunarmi, ibunda (Alm) Hafidin Royan, masih mencari keadilan.
Setelah 18 tahun berlalu tragedi penembakan pada 12 Mei 1998 di depan Universitas Trisakti, belum ada titik terang pengungkapan kasus tersebut.
"Keinginan ibu, diadilin pelaku seadil-adilnya. Permasalahan apa, yang jelas. Kenapa terjadi seperti itu? Pasti ada sebab. Apapun penyebabnya, kami ingin tahu, sampai hari ini terkatung-katung begitu saja," kata dia ditemui di Universitas Trisakti, Kamis (12/5/2016).
Menurut dia, proses penyelesaian pelanggaran HAM berat tahun 1998 seperti berjalan di tempat.
Padahal, dia telah kehilangan anak keempat dan satu-satunya anak laki-laki di keluarga tersebut.
"Proses sendiri kalau di DPR/MPR di delay. Ini saja pelanggaran HAM berat dengan sidang paripurana mereka tak setuju. HAM itu menghilangkan nyawa seseorang," kata dia.
Meskipun selama 18 tahun telah berlalu, namun, dia tetap berupaya mencari keadilan. Bersama pihak keluarga korban pelanggaran HAM berat lainnya, mereka berjuang untuk menuntut keadilan kepada pemerintah.
"Kami tak bisa berjuang sendiri-sendiri. Kami ada kebersamaan dengan pihak Trisakti juga sudah berusaha dengan menyampaikan ke DPR/MPR. Kami selalu dibawa. Kami kan menjadi satu kesatuan," katanya.
Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie gugur tertembak saat melakukan aksi damai memperjuangkan reformasi di dalam halaman kampus Universitas Trisakti di Semanggi, Jakarta, pada 12 Mei 1998.