Amran Minta Rp9 Miliar Untuk Muluskan jadi Kepala BPJN Wilayah Maluku
Uang itu, menurut penjelasan Amran untuk mempermudah dirinya menjadi Kepala BPJN IX.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menggelar sidang dengan terdakwa Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir, Kamis (12/5/2016).
Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa, penyuap politikus PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti ini mengatakan, bahwa Kepala BPJN IX Wilayah Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustari meminta uang sebesar Rp8 miliar.
Uang itu, menurut penjelasan Amran untuk mempermudah dirinya menjadi Kepala BPJN IX.
"Pak Amran bicara bahwa dia memerlukan dana. Dia memerlukan dana untuk penyelesaian suksesi dia kepala Balai (BPJN IX)," kata Khoir menjawab pertanyaan Hakim Mien Trisnawati di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (12/5/2016).
Permintaan uang Rp8 miliar disampaikan oleh rekan Amran, Heri yang ikut dalam pertemuan di sebuah hotel dekat Atrium Senen, Jakarta Pusat.
Saat pertemuan tersebut hadir pula Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group), Hong Arta John Alfred.
"Saya jemput Alfred, terus kita sama-sama ke hotel deket Atrium Senen itu. Disitu ada Heri, Imran sama Amran," kata Khoir.
Dirinya mengaku, pemberian uang tersebut dilakukan secara patungan bersama dengan Alfred dan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng.
Mereka, menyerahkan uang Rp8 miliar kepada Amran lantaran dirinya mempunyai peran penting dalam proyek pembangunan jalan di wilayah Maluku dan Maluku Utara.
Perusahaan Khoir serta dua rekannya tersebut, banyak mengerjakan proyek pembangunan jalan serta konstruksi lainnya di wilayah timur Indonesia.
"Karena dia (Amran) kepala balai, dia punya kewenangan penuh disana. Kalau gak dikasih kan konsekuensinya kita dipersulit," kata Khoir.
Akhirnya setelah uang patungan itu terkumpul, Khoir bersama Alfred menyerahkan permintaan Amran tersebut kepada Heri.
Uang Rp8 miliar diserahkan dalam bentuk pecahan dollar AS. Penyerahan dilakukan di mobil Heri yang menunggu di tempat parkir Gedung Arcadia.
"Di mobilnya Heri, pas sampai saya turun saya bawa uangnya. Alfred sama supirnya ambil uang juga. Simpen di mobilnya Heri," katanya.
Ternyata uang tak sampai sepenuhnya kepada Amran. Uang sebesar Rp8 miliar itu diambil oleh Heri Rp2 miliar dan Imran Rp3 miliar.
Atas hal itu, Amran kemudian menelpon Khoir untuk bertemu dengannya di Hotel Ambara, dikawasan Blok M, Jakarta Selatan.
Kemudian, Imran yang juga ditelpon Amran datang membawa uang yang Rp3 miliar.
"Duit yang di Heri menurut Imran, dikasi lagi sama Heri Rp1 miliar. Jadi Amran terima Rp7 miliar," kata Khoir.
Lebih jauh, menurut Khoir, selang beberapa hari kemudian Amran kembali meminta uang Rp1 miliar.
Uang itu masih sama untuk keperluan suksesi Amran menjadi Kepala BPJN IX.
Permintaan tambahan Rp1 miliar itu langsung diserahkan kepada Amran.
"Beberapa hari kemudian minta lagi Rp1 miliar. Katanya masih untuk Rp1 miliar. Saya telepon Aseng, terus Aseng transfer lewat rekening Erwantoro. Terus saya sama Erwan ke Hotel Ambara, penyerahannya disitu," katanya.
KPK sendiri telah menetapkan Amran sebagai tersangka. Dia diduga telah menerima uang lebih dari Rp15 miliar dari para pengusaha, melalui Abdul Khoir.
Uang suap tersebut terkait proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara yang dianggarkan melalui dana aspirasi Anggota DPR.