Komnas Perempuan: 'Hukuman Kebiri Kejam, Tak Manusiawi dan Rendahkan Martabat Manusia'
Komisi Nasional Perempuan menilai, hukuman kebiri tidak sejalan dengan program revolusi mental.
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM - Komisi Nasional Perempuan menilai, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang mengatur hukuman kebiri tidak sejalan dengan program revolusi mental.
Ketua Subkomisi Pemantauan Komnas Perempuan Mariana Amiruddin menganggap perppu it sebagai produk hukum konvensional.
Menurut dia, Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang mengatur hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak tidak mampu mengubah mental pelaku kekerasan seksual.
Perppu tersebut, kata Mariana, dibuat untuk menakuti dan tidak menyelesaikan masalah.
"Saya melihat Perppu itu masih konvensional dan kolot. Belum ada sesuatu yang baru. Ini kan seperti membuat UU hanya untuk menakuti orang, bukan menyelesaikan persoalan kekerasan seksual, bukan cara berpikir yang sejalan dengan revolusi mental," ujar Mariana, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (26/5/2016).
Mariana berpendapat, hukuman kebiri dapat dikategorikan sebagai bentuk hukuman yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia.
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (Konvensi Anti Penyiksaan) sejak tahun 1998, melalui UU No. 5 Tahun 1998.
Seharusnya, menurut Mariana, kebijakan yang diambil pemerintah sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan.
"Saya melihat pemerintah mengabaikan analisis khusus dari sejumah peneliti dan lembaga HAM tentang perspektif kejahatan kemanusiaan, bahwa kebiri bukan peraturan yg tepat dan tidak memberi efek jera, justru terjebak pada salah kaprah atas kasus kekerasan seksual," kata dia.
Kommas Perempuan rencananya akan mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat dan meminta Perppu tersebut ditinjau ulang.
Jika akhirnya disetujui DPR, Perppu tersebut harus diubah dengan mengadopsi peraturan yang tercantum dalam draf Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) agar lebih komprehensif.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Perppu ini turut mengatur hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.