Anggota Komisi III Sebut Alasan Mengapa UU Pilkada Harus Direvisi
Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan mengapresiasi pemerintah yang telah bekerja keras membahas RUU Pilkada bersama DPR.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan mengapresiasi pemerintah yang telah bekerja keras membahas RUU Pilkada bersama DPR. Ia mengingatkan urgensi revisi UU Pilkada tersebut.
"Bahwa UU Pilkada ini sudah 25 kali diuji materil di MK, dan 7 dikabulkan, sehingga DPR wajib untuk mengakomodir dan mempertimbangkan serta memastikan Putusan MK tersebut," kata Arteria melalui pesan singkat, Senin (30/5/2016).
Menurut Arteria revisi UU Pilkada sudah mengakomodir seluruh putusan MK. Hal itu terkait sejumlah isu strategis pascaputusan MK seperti incumbent, calon tunggal, syarat dukungan calon independen, ketentuan mantan narapidana dan syarat TNI/Polru, PNS dan DPR harus mundur.
"Walau penuh perdebatan, diskusi dan dialektika kebangsaan masing-masing anggota panja, materi muatan putusan MK diakomodir demi memastikan supremasi konstitusi," kata Politikus PDIP itu.
Selain itu, Arteria juga menyebutkan RUU Pilkada menyempurnakan banyak persoalan kompleks seperti kepengurusan parpol yang berhak mengusung pasangan kepala daerah.
Lalu masalah dukungan pasangan calon perseorangan. Lalu dukungan ganda parpol karena konflik internal.
Ada juga masalah data dan daftar pemilih, masalah verifikasi kualitas dukungan paslon perorangan, masalah penguatan sistem dan kelembagaan Bawaslu, penguatan panitia pengawas adhoc, masalah jadwal tahapan dikaitkan dengan waktu pembentukan penyelenggara dan pengawas pemilu.
Kemudian, masalah alat peraga kampanye, masalah pendanaan pemilu yang sekarang disupport dari APBN, masalah format kampanye sehingga nuansa pemilunya tampak, masalah rumusan norma politik uang dan mahar politik.
Lalu, penyempurnaan norma sengketa pemilihan, masalah obyek gugatan yang bisa diajukan ke PTUN dan jangka waktu kadaluarsa.
Masalah norma pidana pilkada, masalah pemungutan dan penghitungan suara, masalah manipulasi suara, masalah ambang batas perselisihan hasil pilkada yang bisa diajukan ke MK.
"DPR sangat serius dalam membahas ini, saya keberatan kalau dibilang lambat dan tidak serius," kata Arteria.
Arteria menegaskan pihaknya melakukan pembahasan dengan penuh kehati-hatian. Sebab, konstruksi UU tersebut memang tidak dibuat untuk pilkada langsung.
"UU ini juga dibuat lebih detail karena UU pilkada ini kemungkinan besar hadir tanpa Peraturan Penerintah sebagai peraturan pelaksanaannya, sehingga kita mencegah akrobat hukum dari KPU melalui PKPU nantinya," tuturnya.