Aset Yayasan Supersemar Tidak Akan Disita Sebelum Biayanya Tersedia
Jumlah miliaran Rupiah untuk biaya sita eksekusi yayasan warisan Orde Baru
Penulis: Valdy Arief
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyebutkan sita aset milik Yayasan Supersemar tidak akan berlangsung sebelum biaya sebesar Rp 2,5 miliar tersedia.
"Yang pasti dana itu harus kami miliki sebagai pembayaran permintaan," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (10/6/2016).
Sejumlah uang untuk biaya sita eksekusi Yayasan Supersemar telah diminta Kejaksaan ke Komisi III DPR agar masuk dalam APBNP 2016.
Jumlah itu sebenarnya jauh lebih besar dari permintaan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang meminta biaya sita eksekusi sebesar Rp 48,8 juta.
Jumlah miliaran Rupiah untuk biaya sita eksekusi yayasan warisan Orde Baru, jelas Jaksa Agung, tidak hanya untuk penyitaan aset.
"Mungkin nanti kami perlu penambahan tenaga pengamanan. Kalau misalkan lebih nanti dikembalikan tidak mungkin uangnya ditilep," katanya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menyatakan akan mengeksekusi aset Yayasan Supersemar secara bertahap.
Sejumlah daftar aset telah diserahkan Kejaksaan untuk pelaksanaan eksekusi Yayasan Supersemar tahap pertama juga telah diserahkan.
Dalam catatan Kejaksaan Agung, ada 113 rekening giro dan deposito atas nama Yayasan Supersemar.
Terdapat pula 5 unit mobil dan dua tanah atau bangunan sebagai aset yayasan pemberi beasiswa itu.
Terkait upaya pelaksanaan putusan MA pada perkara Yayasan Supersemar, PN Jakarta Selatan telah menggelar sidang teguran (aanmaning) untuk meminta Yayasan Supersemar membayar denda putusan MA secara suka rela.
Pada berjalannya penjadwalan sidang teguran yayasan yang didirikan mantan Presiden Soeharto berulang kali mangkir dan baru hadir melalui pengacaranya, Bambang Hartono pada 20 Januari silam.
Setelah wakil dari Yayasan Supersemar sebagai termohon hadir, maka pengadilan menghitung batas delapan hari untuk melaksanakan putusan MA selama delapan hari terhitung sejak 21 Januari.
Namun, hingga kini pengadilan belum kunjung melakukan eksekusi.
Kasus Yayasan Supersemar bermula ketika pemerintah pada tahun 2007, menggugat Soeharto dan yayasan tersebut terkait dugaan penyelewengan dana beasiswa yang disalurkan.
Kejaksaan Agung pada gugatannya menyebutkan dana beasiswa yayasan itu yang seharusnya disalurkan ke penerima beasiswa tapi pada praktiknya disalurkan ke beberapa perusahaan seperti Bank Duta, Sempati Air, dan PT Kiani Lestari.
Pada Selasa (11/8/2015) Mahkamah Agung mengabulkan gugatan Kejaksaan Agung dalam perkara ini dan mengharuskan Yayasan Supersemar membayar denda sebesar 315 juta dollar Amerika Serikat dan Rp 139,2 miliar atau total Rp 4,4 triliun.