Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tiga Pejuang di Jalan Sunyi dari Poso dan Ambon Penerima Maarif Award

Maarif Institute kembali memberikan Maarif Award kepada individu dan institusi yang dinilai berhasil menggerakkan atau menginspirasi perubahan sosial

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Tiga Pejuang di Jalan Sunyi dari Poso dan Ambon Penerima Maarif Award
Tribunnews/Srihariatmo Malau
Konferensi Pers peluncuran MAARIF Award 2016, Rabu (10/2/2016), di Aula Kantor MAARIF Institute Jl. Tebet Barat Dalam 2 No. 6 Tebet, Jakarta Selatan. (Ki-ka): Clara Joewono, Noordjanah Johantini, Pdt. Jack Manuputty, dan Endy Bayuni 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Maarif Institute kembali memberikan Maarif Award kepada individu dan institusi yang dinilai berhasil menggerakkan atau menginspirasi perubahan sosial di tingkat lokal berbasis nilai-nilai kebinekaan.

Tahun ini para juri memutuskan tiga pejuang ini sebagai penerima Maarif Award tahun ini.

Mereka adalah Budiman Maliki dari Poso, Sulawesi Tengah, Josep Matheus Rudolf Fofid dari Ambon, Maluku, dan Institute Mosintuwu dari Poso, Sulawesi Tengah.

Mereka dinilai telah menunjukkan konsistensi perjuangannya dalam merawat kebinekaan sekaligus memulihkan rajutan kebangsaan yang terkoyak oleh konflik dan dendam sesama anak bangsa.

Rekam jejak mereka telah teruji dalam menggerakan perubahan di komunitasnya dan menghidupkan solidaritas sosial yang melintas sekat-sekat perbedaan.

"Mereka merupakan para pejuang di jalan sunyi, jauh dari hingar-bingar publikasi. Mereka berkarya ditengah keterbatasan bahkan penentangan, sering kali melawan arus."

Berita Rekomendasi

"Ini yang membuat luar biasa. Pemberian award ini kami anggap sebagai insentif moral untuk mereka," ujar Fajar Riza kepada Tribun, Minggu (12/6/2016).

Fajar Riza menjelaskan fokus Maarif Award adalah menggali model-model praktek keteladanan dan kepemimpinan sosial yang dibangun para aktivis lokal dalam koridor memperjuangkan kebhinnekaan, antikekerasan, dan antidiskriminasi.

Dijelaskan Maarif Award adalah upaya untuk menemukan orang-orang biasa dengan karya sosial dan kemanusiaan yang luar biasa.

Semantara itu Ketua Pelaksana Maarif Award Hielmy K Pribadi menambahkan komposisi dewan juri selalu berubah dan datang dari beragam latar belakang.

Untuk tahun ini, Dewan Juri terdiri dari Clara Joewono, Endy M Bayuni, Pendeta Jack Manuputty, Komaruddin Hidayat, dan Siti Noordjannah Djohantini.

”Komposisi juri pada tahun ini semakin berwarna, khususnya dengan terlibatnya Pdt Jack Manuputty yang adalah penerima Maarif Award 2007. Melalui itu, harapannya akan semakin memperkuat pandangan dan perspektif pelaku kerja kemanusiaan dalam penjurian," kata Hielmy.

Endy Bayuni, anggota dewan juri Maarif Award 2016 menilai berhasil mentransformasikan semangat kebhinekaan dan ke Indonesiaan sebagai perekat integrasi sosial di komunitasnya.

"Mereka adalah jangkar perubahan berbasis modal solidaritas sosial. Kami menilai mereka layak diganjar dengan Maarif Award 2016 ini", tutur Endy Bayuni.

Profil Penerima Award

Rudi Fofid adalah seorang penyintas dari konflik kekerasan di Ambon yang meyakini bahwa perdamaian adalah jalan hidup.

Ia adalah penyintas yang meyakini siapapun yang telah membunuh Ayah dan Kakak perempuannya adalah korban, sama seperti dirinya.

Baginya, membangun Ambon yang damai adalah obat untuk semua korban.

“Kini, Rudi bersama dengan anak-anak muda di Ambon, dengan beragam aktifitas dari sastra hingga music hip-hop bersama-sama mengabarkan perdamaian di Ambon, “ kata Endy Bayuni

Kedua adalah Budiman Maliki. Ia seorang individu pejuang hak dasar layanan masyarakat Poso.

Seorang aktivis yang rela tak mengambil gajinya demi menutupi biaya operasional kantor, sementara ekonomi rumah tangganya ia tutupi dengan berjualan atau menitipkan es lilin dari warung ke warung di pagi hari.

Seorang aktivis yang konsisten merawat jalan sunyi meskipun rekan-rekan seangkatannya sudah beralih profesi menjadi kontraktor, PNS bahkan politisi.

Satu hal yang sulit di daerah pascakonflik.

Ketiga adalah Mosintuwu Institute.

Lembaga ini dinilai mampu mentransformasikan kekuatan perempuan menjadi gerakan pembaruan di Poso.

“Mosintuwu adalah bukti bahwa perempuan-perempuan penyintas konflik Poso mampu menjembatani konflik, mengurai dendam dan memahami perbedaan untuk kemudian bersama membangun Tana Poso melalui desa", pungkas Endy.

Maarif Award 2016 ini merupakan penyelenggaraan ke-6 sejak diadakan tahun 2007, 2008, 2010, 2012 dan 2014.

Dari lima kali penyelenggaraan itu, terdapat sebelas penerima award yang tersebar di pelbagai daerah seperti Ambon, Lombok, Salatiga, Padang, Magelang, Cilacap, Medan, Semarang, Blitar, dan Poso.

Proses pencarian penerima tahun ini memakan waktu empat bulan lamanya sejak diumumkan ke publik pada awal Januari lalu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas