Banggar DPR Putuskan Orang Kaya Tak Boleh Nikmati Subsidi Listrik
"Banggar sungguh tidak sependapat karena mau tidak mau, suka tidak suka, yang berhak lah yang bisa menikmati susbidi itu."
Editor: Robertus Rimawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah menyepakati subsidi listrik dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2016 sebesar Rp 50,66 triliun.
Angka ini lebih rendah Rp 6,5 triliun dari yang diusulkan di RAPBN 2016 sebesar Rp 57,18 triliun, serta mengalami kenaikan 12,28 triliun dari APBN induk 2016 yang dipatok Rp 38,38 triliun.
Pimpinan Banggar DPR Said Abdullah mengatakan, subsidi listrik yang diajukan pemerintah pada RAPBNP 2016 Rp57,18 triliun tidak disetujui oleh DPR, lantaran pemerintah juga dianggap belum berhasil menerapkan peralihan subsidi listrik pada golongan 900 volt ampere (va) ke 1.300 va.
"Banggar sungguh tidak sependapat karena mau tidak mau, suka tidak suka, yang berhak lah yang bisa menikmati susbidi itu."
"Maka kami tetap subsidi listrik berjalan Rp38,387 triliun," kata Said disela-sela Rapat Panja Penerimaan di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (16/6).
Politisi senior PDI Perjuangan ini menjelaskan total subsidi listrik yang telah ditetapkan sebesar Rp50,66 triliun terdiri dari subsidi tahun berjalan yang ditujukan kepada golongan 900 va sebesar Rp38,387 triliun.
Pembayaran kekurangan subsidi tahun 2014 (audited) untuk penundaan tarif adjusment sebesar Rp12,28 triliun.
Sementara subsidi listrik yang dialihkan pada tahun anggaran berikutnya (carry over) sebesar Rp20,44 triliun, yang terdiri dari pengalihan tahun ini ke tahun berikutnya sebesar Rp15,22 triliun, dan carry over ke tahun berikutnya sebesar Rp5,22 triliun.
Dia menguraikan, pemerintah mengajukan kembali anggaran subsidi listrik, termasuk kekurangan bayar subsidi tahun-tahun sebelumnya dengan total Rp 56,68 triliun di RAPBN-P 2016 karena alasan pencabutan subsidi listrik untuk golongan 900 VA gagal direalisasikan tahun ini.
Penundaan kebijakan tersebut atas arahan Presiden Joko Widodo mengingat data dan jumlah masyarakat miskin masih simpang siur.
"Tapi Banggar DPR tidak sependapat. Seharusnya subsidi listrik dinikmati masyarakat yang berhak menerima, bukan yang punya kos-kosan banyak tapi pasang meteran 450 VA supaya dapat subsidi atau orang yang pakai listrik 900 VA di dapur dan di depan rumah."
"Jadi kita sepakati subsidi listrik tetap Rp 38,38 triliun (kebutuhan tahun berjalan). Dan kalau ditambah kekurangan bayar, yang disepakati total subsidi listrik Rp 50,66 triliun," terangnya.
Sebelumnya, Komisi VII DPR dan pemerintah menyepakati penundaan mencabut subsidi listrik bagi pelanggan 900 VA sehingga membutuhkan tambahan anggaran untuk menutup kebijakan tersebut.
"Kami tahu Komisi VII sudah menyetujui pelanggan 900 VA tetap disubsidi, tapi kenapa pemerintah bersedia hati untuk menjalankan keputusan itu. Pakai saja data tunggal dari BPS, supaya pasti."
"Kami ingin mengurangi perkiraan defisit anggaran 2,48 persen dari PDB yaitu Rp 313 Triliun, karena itu besar. Supaya APBN-P kita kredibel," ujar polisi asal Sumenep, Madura ini.
Menko Perekonomian Darmin Nasution mengakui subsidi setrum masih banyak yang tak tepat sasaran.
Banyak masyarakat dari golongan mampu justru menjadi penikmat subsidi setrum.
"Dan itu jumlahnya besar sekali. Setelah disortir, terdapat 18 juta pelanggan 900VA yang seharusnya tidak menikmati subsidi."
"Kita sudah pelajari, sudah ada datanya, sudah dihitung, ternyata sekian jumlahnya seharusnya dia naik (tarif listrik) saja. Dengan gitu dia enggak dapat subsidi. Gitu lho," terangnya.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.