Anggaran Kemendagri Dipangkas Rp 1,385 Triliun, DPR Berharap Tak Ganggu Program Prioritas
Kemendagri dalam hal ini menurutnya harus memastikan bahwa program pembuatan KTP gratis tersebut berjalan baik dari tingkatan pusat sampai ke daerah.
Penulis: Wahid Nurdin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penghematan anggaran hingga Rp 1,385 triliun di tubuh Kementerian Dalam Negeri diharapkan tidak mengganggu program prioritas.
Hal tersebut disampaikan anggota Komisi II dari Fraksi NasDem, Tamanuri dalam rapat kerja dengan Mendagri Tjahjo Kumolo, Rabu (22/6/2016).
Tamanuri mengaku mengapresiasi langkah tersebut, namun program prioritas terutama pengadaan (Kartu Tanda Penduduk) KTP Gratis jangan sampai terganggu.
Program tersebut dinilai sangat penting karena terkait dengan hajatan demokrasi procedural di tingkat daerah pada tahun 2017,2018, 2019 dan tahun berikutnya.
Kemendagri dalam hal ini menurutnya harus memastikan bahwa program pembuatan KTP gratis tersebut berjalan baik dari tingkatan pusat sampai ke daerah.
Pasalnya pungutan-pungutan liar yang kerap ditemukan membuat dilema kebijakan yang sudah dimulai pada saat Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi masih menjabat.
“Ini yang menjadi dilema karena selama ini dari atas (pemerintah pusat-red) selalu bilang kalau bikin KTP itu gratis. Tapi pada kenyataannya itu tidak gratis, ada biaya untuk pengurusan KTP tersebut. Yang dari kecamatan ke ibu kota kabupaten / kota Itu memerlukan dana itu dari kecamatan untuk ke kabupaten. Jadi termasuk jauh dekatnya ada yang Rp. 10.000, Rp. 20.000, ada yang Rp. 50.000,” jelasnya.
Oleh karena itu, menurutnya, langkah Kemendagri dalam membuat terobosan-terobosan seperti pengadaan mobil-keliling atau motor yang menjangkau daerah kecamatan terpencil adalah langkah yang menarik.
Aparat yang selama ini harus menempuh puluhan kilometer untuk ke ibu kota Kabupaten sudah bisa mengurus kelangkapan proses pembuatan KTP di daerahnya saja.
Imbasnya bisa jadi sangat membantu keuangan desa dan diharapkan pungutan liar tidak ditemukan lagi.
Pegawai Tak Kompeten
Selain persoalan KTP, Tamanuri juga menyinggung maraknya pengangkatan camat yang tidak sesuai dengan procedural.
Marak diantara Kepala Daerah mengangkat para camat tanpa melalui mekanisme formal kenaikan jabatan PNS. Bahkan yang paling miris menurutnya banyak camat yang tidak mempunyai latar belakang administrasi publik dan birokrasi.
Sehingga sedikitnya banyaknya menurut mantan Bupati Way Kanan ini mempengaruhi profesionalitas aparat pemerintahan.
“Kalau dia keluar IIIA kemudian kita kasih jabatan dia setahun dia naik, bisa dua tahun menjadi III B itu tidak bisa Pak. Nanti digugat orang lain. Oleh karena itu bapak harus keluarkan surat edaran kepada kepala daerah, jangan nunjuk yang lain sarjana agama atau sarjana pendidikan dokter gigi yang menjadi camat. Itu kan sulit," ungkapnya.
Untuk mengisi kursi camat yang kosong, idealnya menurut politisi Partai NasDem ini diisi oleh lulusan Institut Pemerintahan Dalam Negeri. Selain mempunyai kapasitan keilmuan yang linier, lulusan IPDN terbukti telah menciptakan para pamong praja yang berkualitas membangun daerah.