Usai Diperiksa, Alex Noerdin Buru-buru Tinggalkan Gedung Kejaksaan Agung
"Dia (Alex) dipanggil dan diperiksa sebagai saksi dari dua tersangka. Diperiksa dari 10.00 WIB sampai 13.30 WIB, dengan 15 pertanyaan," kata Arminsyah
Penulis: Valdy Arief
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung kembali memeriksa Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin terkait kasus dugaan korupsi dana hibah dan bantuan sosial provinsi tersebut tahun 2013.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah menyebutkan Alex kembali diperiksa sebagai saksi atas dua anak buahnya yang telah menjadi tersangka.
"Dia (Alex) dipanggil dan diperiksa sebagai saksi dari dua tersangka. Diperiksa dari 10.00 WIB sampai 13.30 WIB, dengan 15 pertanyaan," kata Arminsyah di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (23/6/2016).
Dalam pemeriksaan itu, Alex dicecar terkait penggunaan dana yang diduga ada penyelewengan penggunaannya.
Alex sendiri tampak hadir mengenakan kemeja putih dan buru-buru langsung masuk ke mobil yang menjemputnya tanpa mau memberikan keterangan.
Pemeriksaan Alex kali ini merupakan kali keempat. Sebelumnya, politisi Partai Golkar itu telah menjalani pemeriksaan tiga kali pemeriksaan pada April silam.
Dalam dua pemeriksaan perdananya, Kasubdit Penyidikan Tipikor Jampidsus Yulianto yang langsung memeriksa mantan calon Gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2012.
Pada kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan dua tersangka. Mereka adalah Laonma Tobing selaku Kepala BPKAD Propinsi Sumatera Selatan dan Ikhwanuddin selaku mantan Kepala Kesbangpol Propinsi Sumatera Selatan.
Dua orang itu baru menjadi tersangka setelah Kejaksaan memeriksa sekitar 1.000 saksi. Di antaranya adalah Alex Noerdin dan sejumlah anggota DPRD Sumateea Selatan.
Kasus dugaan korupsi dana hibah dan Bansos Provinsi Sumatera Selatan mulai diselidiki Kejaksaan Agung setelah menemukan adanya perubahan anggaran.
Semula Pemprov Sumsel menetapkan alokasi dari APBD untuk hibah dan bansos sebesar Rp 1,4 triliun. Namun diubah menjadi sebesar Rp 2,1 triliun.
Selain itu, selama perencanaan hingga pelaporan pertanggungjawaban terdapat dugaan pemotongan, peruntukan fiktif, dan ketidaksesuaian peruntukan.
Atas dugaan korupsi ini, negara diindikasi merugi sebesar Rp 2,3 triliun.