Meutya Hafid Khawatir Langkah Inggris Diikuti Negara Uni Eropa Lainnya
Bahkan dikhawatirkan langkah Inggris ini akan diikuti oleh negara Uni Eropa lainnya.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid menilai dampak global usai Inggris resmi memilih untuk keluar dari Uni Eropa (Brexit).
Karena Inggris merupakan negara besar dan keputusan keluar dari EU pasti menimbulkan dampak ekonomi global.
Dengan keputusan Inggris keluar, maka kekuatan Uni Eropa yang mungkin paling tidak untuk saat ini akan terbelah dan akan menguatkan posisi ekonomi Amerika.
Bahkan dikhawatirkan langkah Inggris ini akan diikuti oleh negara Uni Eropa lainnya.
"Hanya saja arahnya kemana kita masih menduga-duga. Misalnya ada dugaan, langkah Inggris mungkin akan diikuti oleh negara negara EU lainnya," ujar politikus Golkar ini ketika dihubungi Tribunnews.com, Jumat (24/6/2016).
Tapi dia yakini Uni Eropa akan cepat merespon sehingga tidak terlalu lama juga mereka akan kembali pulih.
Untuk Indonesia, dia melihat, bahwa dampak ke ekonomi Indonesia tak besar.
"Tentu ada, tapi saya yakin tidak terlalu besar. Karena Bilateral tetap berjalan normal, antara RI-Inggris maupun multilateral RI-EU," katanya.
Setelah Inggris memilih untuk keluar dari Uni Eropa (Brexit), pasar global bergejolak.
Menyusul hasil sementara referendum Inggris menunjukkan keunggulan perolehan suara untuk kubu yang ingin meninggalkan Uni Eropa (Brexit).
Sampai pukul 4:15 pagi waktu London, keunggulan 560.000 lebih suara untuk kubu Brexit daripada untuk Bertahan, membuat saham memerah mulai dari Tokyo sampai London dan Chicago.
Pound mengalami penurunan tertajam dalam sejarah untuk menyentuh level terendah sejak tahun 1985.
Dengan lebih dari setengah suara dihitung, gambaran yang menunjukkan terbelahnya rakyat Inggris Raya, dengan London dan Skotlandia sebagian besar memilih suara "Bertahan" dan sisanya daerah lainnya sebagian besar di kubu 'Keluar'.
Kampanye yang getir menyoroti bagaimana kecewanya publik dengan tatanan politik pasca perang dan kegagalan untuk memberikan pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.
Berbicara pada pendukungnya di London, Pemimpin Partai Kemerdekaan Inggris Nigel Farage mengatakan bahwa 23 Juni harus tercatat di dalam sejarah Inggris sebagai "hari kemerdekaan kita."