Hindari Gesekan, Diduga Jadi Alasan KPK Belum Tetapkan Tersangka Suap Dari Unsur Kejati DKI
Dalam dakwaan Direktur Keuangan dan Human Capital PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko dan Senior Manager Pemasaran PT Brantas Abipraya Dandung Pamularno,
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dalam dakwaan Direktur Keuangan dan Human Capital PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko dan Senior Manager Pemasaran PT Brantas Abipraya Dandung Pamularno, ada nama Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Sudung Situmorang dan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI Tomo Sitepu.
Sudung dan Tomo disebut dijanjikan dan diberi uang dari dua bos BUMN itu senilai Rp 2,5 miliar dalam bentuk dollar Amerika Serikat sejumlah USD 186.035,00.
pemberian tersebut dimaksudkan agar perkara penyimpangan penggunaan keuangan di PT Brantas Abipraya bisa dihentikan.
Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum kunjung menetapkan tersangka baru dari pihak penerima suap.
Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai KPK menunjukan sikap hati-hati agar tidak salah menetapkan tersangka.
"Saya melihat ini faktor kehati-hatian, karena KPK punya standar yang tinggi. Selain itu, KPK sepertinya menghindari kemungkinan terjadi gesekan antar penegak hukum," kata Emerson di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Minggu (26/6/2016).
Tak menutup kemungkinan juga KPK belum memiliki cukup bukti untuk bisa menjerat oknum di Kejati DKI.
Dibandingkan memilih berspekulasi, menurut Emerson, akan lebih baik jika KPK menunggu fakta baru, dalam persidangan bagi tersangka pemberi suap.
Menurutnya, bisa jadi jaksa penuntut KPK akan membuka bukti percakapan melalui sadapan kepada hakim.
Dengan dibuka dan dilihat publik, maka alasan untuk penetapan tersangka akan semakin kuat.
"Apalagi kalau bukti yang dibuka di persidangan itu diputuskan hakim untuk ditindaklanjuti," kata Emerson.
Diberitakan sebelumnya, dalam dakwaan Sudi Wantoko dan Dandung, percobaan suap bermula ketika pada 15 Maret 2016 Sudung Situmorang mengeluarkan surat perintah penyelidikan dugaan korupsi penyimpangan penggunaan keuangan perusahaan yang dilakukan Sudi Wantako yang merugikan keuangan negara dalam hal ini PT Brantas Abipraya sebesar Rp 7.028 miliar.
Menindaklanjuti hal itu Tomo Sitepu memanggil sejumlah staf PT Brantas Abipraya untuk dimintai keterangan.
Sudi yang mengetahui pemanggilan pada staf PT Brantas mempunyai pemahaman bahwa penanganan perkara telah masuk dalam tahap penyidikan dan Sudi sebagai tersangkanya.
"Karena itu Terdakwa I meminta Terdakwa II untuk ikut membantu dalam menghentikan penyidikan kasus tersebut," kata Jaksa KPK Irene di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (22/6/2016).
Jaksa Irene menjelaskan, terdakwa II kemudian menghubungi Marudut guna membicarakan pemanggilan staf PT Brantas Abipraya oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Pada 22 Maret 2016 diadakan pertemuan untuk membahas hal itu.
"Marudut diminta Terdakwa II untuk menyampaikan kepada Sudung agar menghentikan proses pemeriksaan terhadap penyimpangan penggunaan keuangan PT Brantas Abipraya. Atas permintaan itu, Marudut menyanggupinya dan segera membicarakannya dengan Sudung," kata Jaksa Irene.
Menindaklanjuti permintaan itu, Marudut kemudian menemui Sudung di kantornya.
Dalam pertemuan itu, Marudut meminta kepada Sudung dan Tomo untuk menghentikan penyelidikan penyimpangan penggunaan keuangan PT Brantas Abipraya.
"Atas permintaan itu Sudung memerintahkan Marudut untuk membicarakan lebih lanjut dengan Tomo Sitepu," katanya.
Atas arahan Sudung, Marudut lantas menemui Tomo dan meminta supaya penyelidikan dihentikan.
Tomo yang mengetahui kasus masih tahap penyelidikan, menyebut bahwa kasus sudah tahap penyidikan.
"Tomo menyetujui untuk menghentikan penyidikan dengan syarat Terdakwa I memberikan sejumlah uang dan permintaan tersebut disanggupi oleh Marudut," kata Jaksa Irene.
Hasil pertemuan itu kemudian disampaikan Marudut kepada Terdakwa II.
Kemudian Terdakwa II meminta uang kepada Terdakwa I sejumlah Rp 2,5 miliar.
Terdakwa I kemudian memerintahkan Terdakwa II untuk mengambil uang kas dari PT Brantas Abipraya melalui Joko Widiyantoro.
Guna menindaklanjuti perintah para terdakwa, tanggal 28 Maret 2016 sampai tanggal 30 Maret 2016 Joko Widiyantoro mengambil uang dari kas PT Brantas Abipraya sejumlah Rp 2,5 miliar dengan cara mengeluarkan voucher pengeluaran kas PT Brantas Abipraya sejumlah Rp5 miliar untuk membiayai proyek Wisma Atlet C3 di Kemayoran.
Wisma Atlet C1 di Kemayoran dan proyek Rumas Susun Sulawesi 3 di Makassar sehingga seolah-olah pengeluaran uang tersebut untuk pembiayaan proyek.
"Padahal sejumlah Rp2,5 miliar ditarik kembali dan ditukarkan dalam pecahan dollar Amerija sejumlah USD 186,035 untuk diberikan pada Tomo Sitepu dan Sudung Situmorang," kata Jaksa Irene.
Pada 31 Maret 2016 bertempat di toilet pria lantai 5 The Hive Hotel Best Western Cawang, Terdakwa II meneyerahkan uang sejumlah Rp2 miliar dalam bentuk mata uang dollar Amerika Serikat sejumlah USD 148.835,00 sedangkan uang Rp 500 juta disimpan Terdakwa II untuk biaya makan dan golf dengan Sudung.
Setelah mendapat duit, Marudut menghubungi Sudung tapi tak ada jawaban.
Dia lantas menghubungi Tomo untuk menghadap dan memberikan duit.
Setelah Marudut dipersilakan untuk datang ke Kejaksaan Tinggi DKI oleh Tomo Sitepu dan Sudung Situmorang, Marudut langsung menuju kantor Kejaksaan Tinggi DKI.
"Namun dalam perjalanan, Marudut ditangkap dan uang sejumlah USD148.835 disita oleh petugas KPK," kata Jaksa Irene.
Terkait perbuatannya, Terdakwa I dan Terdakwa II didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaiman telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.