Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Profil I Putu Sudiartana Politikus Demokrat yang Ditangkap Tangan KPK

Pria kelahiran Bongkasa 8 Desember 1971 lalu itu, terpilih menjadi Anggota DPR-RI periode 2014-2019 dari Partai Demokrat

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hendra Gunawan

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- I Putu Sudiartana alias Putu Leong, anggota Komisi III DPR diciduk KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT). Putu merupakan Politisi Partai Demokrat (PD).

Pria kelahiran Bongkasa 8 Desember 1971 lalu itu, terpilih menjadi Anggota DPR-RI periode 2014-2019 dari Partai Demokrat untuk Dapil Bali.

Putu Sudiartana adalah seorang pengusaha sukses dan petinggi Partai Demokrat di Bali. Putu Sudiartana menjabat sebagai Wakil Bendahara Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Propinsi Bali.

Untuk diketahui, oleh Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono I Putu Sudiartana diangkat menjadi Wakil Bendahara Umum, saat mengumumkan susunan kepengurusan partainya periode 2015-2020, di Cibubur, Jawa Barat, Sabtu (30/5/2015) lalu.

Ia juga sempat masuk dalam bursa kandidat pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat Bali tahun ini.

Bahkan ikuti pencalonan sebagai calon wakil gubernur Bali periode 2013-2018.

Berita Rekomendasi

Jika dibuka catatan Tribunnews.com, I Putu Sudiartana pernah berpesan kepada calon pimpinan KPK Busyro Muqoddas agar kedepan menjaga marwah lembaga antikorupsi itu yang independen, dan juga terkait sprindik yang sering bocor ke publik.

"Ada beberapa yang harus diubah dan dipertahankan capim yang baru diantaranya soal sprindik yang sering bocor, dan juga indepensi KPK," kata Putu kepada wartawan di Jakarta, Rabu (3/12/2014).

Putu juga meminta semua elemen harus menghormati hasil keputusan Komisi III dalam penetapan pimpinan KPK yang baru. Tentunya kedepan capim baru dapat berkerja bersama-sama dengan pimpinan yang sudah ada, tak lain dalam hal pemberantasan korupsi.

Dalam hal itu pula Putu memberikan saran kepada KPK agar kedepan dalam mengambil keputusan dilakukan secara rasional bukan emosional. Menurutnya, dengan adanya pasal 21 ayat 5 sesuai dengan UU KPK No. 30, untuk pengambilan keputusan kolektif kolegian ini tujuannya kebersamaan di dalam meningkatkan status kasus penyidikan dengan terpenuhnya dua unsur alat bukti.

Selain itu anggota Komisi III DPR itu juga pernah bercerita saat terjadi bom Bali Oktober 2002.
Menurut Putu, peristiwa itu bukan persoalan agama. "Ini bukan agama, saya terima kasih soal teroris. Gara-gara teroris saya jadi masuk politik," kata Putu saat bercerita di Komisi III DPR, Jakarta, Kamis (29/1/2015).

Ia bercerita peristiwa Bom Bali membuat usahanya hancur. Usahanya di perhotelan dan pariwisata tutup. Sebab, jumlah wisatawan ke Pulau Dewata itu melorot.

"Saya punya di Jimbaran karena hutang terjual, ada lagi pak di tempat lain, terjual juga, pak," kata anggota Fraksi Demokrat itu kepada Kepala BNPT Saud Usman Nasution.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas