Anak Buah Ahok Dicecar Hakim Soal Tambahan Kontribusi Reklamasi
engadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menggelar sidang untuk dua terdakwa kasus suap raperda zonasi dan tata ruang reklamasi teluk
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menggelar sidang untuk dua terdakwa kasus suap raperda zonasi dan tata ruang reklamasi teluk Jakarta Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro.
Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan saksi, jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menghadirkan Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah.
Kemudian Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tuty Kusumawati, Asisten Pembangunan DKI Jakarta Gamal Sinurat, Sekretariat Dewan DKI Jakarta Heru Wiyanto, dan Kabiro Penataan Ruang DKI Jakarta Vera Revina Sari.
Bawahan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) itu dimintai keterangannya terkait kasus yang menjerat Ariesman selaku Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Tbk beserta asistennya Trinanda.
Ketua Majelis Hakim Sumpeno bertanya menekankan pertanyaan soal kontribusi tambahan sebesar 15 persen yang dibebankan pada pengembang.
Kepada hakim, Sekda Saefullah mengaku tak begitu memahami secara teknis soal kontribusi tambahan ini.
Dirinya mengaku baru mengikuti pertemuan ketika pembahasan antara Badan Legislasi Daerah (Balegda) dengan pemprov DKI Jakarta soal kontribusi tambahan mulai alot.
"Balegda tidak setuju soal tambahan kontribusi 15 persen karena dianggap terlalu besar," kata Saefullah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (30/6/2016).
Diketahui, seorang anggota Balegda DPRD DKI Jakarta, M Sanusi yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena ketahuan menerima suap terkait pembahasan raperda tersebut.
Hakim Sumpeno kemudian menanyakan teknis penjelasan tambahan kontribusi kepada Tuty.
Kepala Bappeda itu kemudian menjelaskan bahwa tambahan kontribusi 15 persen ini diperoleh dari perhitungan hasil perkalian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dikali luas lahan yang dapat dijual.
"Tambahan kontribusi ini nantinya dibayarkan bukan dalam bentuk lahan, tapi revitalisasi bangunan," katanya.
Menurut Tuty, tambahan kontribusi tersebut berada di luar ketentuan kontribusi wajib sebesar lima persen.
Sementara untuk lima persen kontribusi wajib itu, kata dia, dihitung dari total luas lahan yang diserahkan kepada pemprov DKI.
Dirinya menyebut, Balegda keberatan dengan pasal yang mengatur tentang kontribusi tambahan sebesar 15 persen tersebut.
Mereka meminta agar aturan 15 persen itu dihilangkan dari raperda dan diatur dalam peraturan gubernur (pergub).
"Harapan mereka tambahan 15 persen itu diambil dengan mengkonversi dari kontribusi yang lima persen itu. Nanti hal itu akan diatur dengan perjanjian antara gubernur dengan pihak pengembang," kata Tuti.
Hakim Sumpeno kemudian menanyakan dasar hukum penambahan kontribusi sebesar 15 persen yang diajukan pemprov DKI.
Vera menuturkan bahwa penambahan kontribusi ini mengacu pada peraturan daerah nomor 1 tahun 2012 tentang rencana tata ruang wilayah.
"Di Perda itu disebutkan bahwa reklamasi dilakukan bersama dengan revitalisasi daratan Jakarta. Itu dasar tambahan kontribusi 15 persen," katanya.