Ini Kata KPK Terkait Rekening Keponakan Putu Terima Rp 300 Juta
Ni yang merupakan staf LSM Antikorupsi Jarrak Bali Bentukan Putu Sudiartana aktif berkomunikasi dengan Noviyanti, staf Sudiartana.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi menegaskan tidak akan buru-buru menetapkan Ni Luh Sugiani sebagai tersangka dugaan korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait pengurusan anggaran di DPR untuk alokasi Provinsi Sumatera Barat pada APBN-P tahun 2016.
Rekening Ni Luh digunakan anggota Komisi III I Putu Sudiartana alias Putu Leong untuk menampung transfer uang Rp 300 juta dari Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Barat Suprapto.
Ni yang merupakan staf LSM Antikorupsi Jarrak Bali Bentukan Putu Sudiartana aktif berkomunikasi dengan Noviyanti, staf Sudiartana.
"Mentersangkakan orang minimal perlu dua alat bukti. Sejauh apa peran tiap person dalam kasus bisa dipelajari lebih dulu," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat dihubungi, Jakarta, Senin (4/7/2016).
Menurut Saut, tidak lanjut pemberian status hukum kepada keponakan Sudiartana itu akan lebih mudah jika peran Ni Luh telah diketahui pada kasus tersebut.
"Tentu kalau peran mereka bisa kita bukti kan akan lebih baik," tukas Saut.
Ni Luh sendiri telah diperiksa KPK pada Kamis pekan lalu. Tim satgas KPK langsung membawa Ni Luh dari Bali ke Jakarta. Usai menjalani pemeriksaan sejak pukul 10.00 WIB dan selesai pada 19.25 WIB, Ni Luh pun langsung meninggalkan KPK.
Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak memastikan penyidik masih akan memanggil Ni Luh. Pasalnya, Ni Luh tergolong aktif dan statusnya akan ditentukan pada pemeriksaan selanjutnya.
"Ya nanti masih diperiksa lagi perannya sejauh mana," kata Yuyuk sebelumnya.
Kasus tersebut bermula dari rencana pembangunan 12 ruas jalan di Provinsi Sumatera Barat senilai Rp 300 miliar dari APBN-P 2016 yang digagas Suprapto. Suhemi, pengusaha rekan Sudiartana, kemudian mengaku kepada Suprapto memiliki jaringan di DPR RI untuk menggolkan rencana tersebut.
Suprapto kemudian menghubungi Yogan untuk menyiapkan dana dan selanjutnya diserahkan ke Suprapto dan diteruskan ke Sudiartana. Sudiartana sendiri menggunakan tiga rekening. Satu dua diantaranya adalah rekening Muchlis, Ni Luh dan tak satupun rekening itu adalah milikk dia.
Sudiartana menerima tiga kali transfer sejumlah Rp 500 juta. Transfer tersebut dalam jumlah Rp 150 juta, Rp 300 juta dan Rp 50 juta. Saat menangkap Sudiartana di rumah dinas di Ulujami, Jakarta, KPK juga menyita uang 40 ribu Dolar Singapura.
OTT tersebut juga menangkap Noviyanti, Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Barat Suprapto, dan dua orang pengusaha yakni Suhemi dan Yogan.
KPK menetapkan Sudiarta, Noviyanti, Suhemi, Suprapto dan Yogan sebagai tersangka. Kepada Noviyanti, Suhemi dan Sudiarta disangka Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, sementara kepada Yogan dan Suprato dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.