Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kalau Presiden atau Menteri yang Turun, Penyandera Makin Senang Dapat Atensi Secara Nasional

Selain itu juga dia meminta media massa jangan over exposed karena itu akan menjadi alat penyandera untuk menekan pemerintah.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Kalau Presiden atau Menteri yang Turun, Penyandera Makin Senang Dapat Atensi Secara Nasional
Warta Kota/henry lopulalan
Ahli Hukum Hikmahanto Juwana 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA--Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau Menteri dinilai tidak perlu sampai turun tangan menanggapi persoalan penyanderaan Warga Negara Indonesia (WNI) dari tangan para perompak di Perairan Filipina dan Malaysia.

"Sekarang pemerintah harus hadir tapi sudah jangan sekelas Presiden atau Menteri-lah," ujar Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (11/7/2016).

Menurut Prof Hikmahanto, cukup sekelas kepala unit yang berkaitan dengan masalah penyanderaan seperti Direktur Perlindungan WNI di kementerian luar negeri sebagai bentuk pemerintah hadir menyelesaikan kasus tersebut.

"Kalau Presiden atau Menteri yang turun penyandera semakin senang karena ada atensi secara nasional," tegas dia.

Dengan demikian para panyandera tidak akan mudah minta tebusannya.

Selain itu juga dia meminta media massa jangan over exposed karena itu akan menjadi alat penyandera untuk menekan pemerintah.

Berita Rekomendasi

"Bahkan melalui media penyadera tahu apa yang dilakukan oleh pemerintah. Karena pemerintah terlalu murah membeberkan yang seharusnya rahasia," kritiknya.

Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengatakan bahwa tiga anak buah kapal warga negara Indonesia disandera oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Mereka disergap ketika berlayar di perairan Malaysia.

"Yang menculik kelompoknya Abu Sayyaf. Lalu dibawa ke Filipina," ujar Gatot di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (11/7/2016).

Dengan demikian, total ada 10 orang WNI yang disandera oleh kelompok tersebut. Tujuh orang sebelumnya, disandera pada akhir Juni 2016 lalu dan hingga kini belum bebas.

Sebelum penyanderaan 3 WNI, tujuh anak buah kapal (ABK) WNI lebih dulu disandera kelompok Abu Sayyaf di perairan Sulu, Filipina Selatan.

Penyanderaan itu terjadi pada Senin (20/6/2016). Selain membajak kapal, penyandera meminta tebusan sebesar Rp 60 miliar.

Sebelumnya, 10 WNI ABK kapal tunda Brahma 12 disandera kelompok Abu Sayyaf dan dibebaskan pada awal Mei 2016.

Selain itu, empat ABK kapal tunda Henry juga disandera kelompok yang sama. Keempatnya dibebaskan pada pertengahan Mei 2016. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas