Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Eksekusi Mati Freddy Budiman Terganjal Peninjauan Kembali

Eksekusi terpidana mati bandar narkoba Freddy Budiman terganjal proses peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA).

Penulis: Valdy Arief
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Eksekusi Mati Freddy Budiman Terganjal Peninjauan Kembali
Tribunnews.com/HO
Terpidana mati kasus narkoba, Freddy Budiman, bertukar tempat dengan terpidana kasus terorisme, Abu Bakar Baasyir di Lapas Pasir Putih Nusakambangan pada Sabtu (16/4/2016) sekitar pukul 09.00 WIB 

Namun Prasetyo juga menyatakan, pihak telah berkoordinasi dengan Polri dan Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan. Kedua lembaga itu, kata Prasetyo, telah berbenah untuk pelaksanaan hukuman mati.

Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar mengakui, Polri telah menyiapkan personel untuk melaksanakan eksekusi tahap tiga.

"Kami sudah siapkan personel, sedangkan jadwalnya dari Jaksa Agung. Personel kami sudah siap, dalam hal ini kan Polri hanya membantu, eksekutornya tetap Kejaksaan," tutur Boy di STIK/PTIK Jakarta Selatan, Kamis.

Anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul mengaku kerap mengingatkan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo agar tak ragu dalam menjalankan eksekusi mati para terpidana kasus narkotika.

Ruhut pun berharap PK tak dilakukan lebih dari satu kali. Apalagi Presiden Joko Widodo dengan tegas mengatakan bahwa jika sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka eksekusi harus segera dilaksanakan.

"Sudah lah jangan kayak film Rambo, ada PK jilid I, II, III. Kapan dieksekusinya? Sekali PK oke, sudah itu jangan lagi. Langsung eksekusi mati, jangan main-main," tutur Ruhut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat.

Penindakan tegas terhadap terpidana kasus narkoba menurutnya sangat penting untuk mencegah membeludaknya lembaga pemasyarakatan.

Berita Rekomendasi

Ruhut mengatakan, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Budi Waseso pernah mengatakan bahwa tahanan narkotika ada di semua lapas dan masing-masing bisa mencapai sekitar 60 persen dari total penghuni lapas.

Itulah yang menyebabkan peristiwa seperti pemberontakan narapidana atau narapidana kabur masih terus terjadi.

Adapun untuk mengantisipasi kasus serupa terjadi, ia mengusulkan agar minimnya jumlah petugas lapas disiasati kerja sama dengan TNI atau Polri untuk ikut menjaga lapas.

"Rutin tapi aplus. Jangan menetap. Kalau menetap kami khawatir dibina," ujar politisi Partai Demokrat itu. (kompas/com/tribunnews/valdi arief/theresia felisiani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas