MK Dinilai Lakukan Akrobat Hukum dalam Sengketa Pilkada Muna
Anggota Komisi II DPR Arteria Dahlan menilai Pilkada Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, menjadi tragedi demokrasi.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR Arteria Dahlan menilai Pilkada Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, menjadi tragedi demokrasi.
Sengketa Pilkada tersebut hingga kini belum selesai.
Apa lagi, adanya putusan MK untuk pemilihan suara ulang (PSU) lebih dari sekali.
"MK lakukan akrobat hukum. Untuk Muna MK lakukan akrobat tanpa dasar hukum tanpa logika akal sehat. Saya pribadi sangat kecewa marah terhadap MK," kata Arteria dalam diskusi "Ada apa dengan Pilkada Muna?" di kawasan Menteng, Jakarta, Minggu (17/7/2016).
Diketahui, MK memutuskan pemungutan suara ulang terkait sengketa Pilkada antara pasangan nomor 1 Rusman Emba-Malik Ditu dengan pasangan nomor urut 3 yakni Baharuddin-La Pili.
Direktur Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti, menilai aneh putusan MK.
Sebab, awalnya pasangan Rusman Emba-Malik Ditu mengajukan gugatan terhadap hasil Pilkada yang memenangkan Baharudin-La Pili.
MK kemudian memutuskan PSU yang akhirnya memenangkan Rusman-Malik.
Dari hasil tersebut, Rusman akhirnya digugat balik Baharudin di MK dan MK pun menerima gugatan tersebut.
"Hasilnya dilakukan PSU kedua. Hasilnya tetap memenangkan pasangan nomor 1. Jadi sekali menang pasangan nomor 3 dan dua kali menang nomor 1," ujarnya.
Menurut Ray, kejadian tersebut menjadi pelajaran karena adanya sengketa yang berulang-ulang.
Lalu, puusan MK yang final dan mengikat menjadi bersayap.
Sebab, Putusan MK bisa dibatalkan lagi oleh MK.