Gugatan Yayasan Supersemar Dikabulkan Pengadilan, Kejaksaan Agung: Putusannya Lucu
"Putusannya lucu, perkara sudah inkracht kok dibuat putusan lain. Ada apa ini?"
Penulis: Valdy Arief
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung selaku pengacara negara menyatakan akan melakukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memenangkan gugatan perdata dari Yayasan Supersemar.
Terlebih, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Bambang Setyo Wahyudi menilai ada keanehan dalam putusan majelis hakim yang diketuai Made Sutrisna.
Pasalnya, sebut Bambang, perkara penyelewengan dana beasiswa di Yayasan Supersemar telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) melalui putusan Mahkamah Agung (MA).
"Putusannya lucu, perkara sudah inkracht kok dibuat putusan lain. Ada apa ini?" kata Bambang di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (18/7/2016).
Bambang juga mempertanyakan munculnya gugatan dari pihak Yayasan Supersemar jelang eksekusi.
"Kalau dia menggugat karena merasa tidak sejumlah itu. Pertanyaan ku kenapa kok baru sekarang mau dieksekusi, baru melakukan gugatan angka. Kok tidak sebelumnya keberatan," kata Jamdatun.
Meski demikian, Bambang menyatakan pihaknya akan tetap membayarkan biaya sita eksekusi yang telah diajukan pengadilan.
Biaya itu, telah disetujui DPR dan sedang diproses pencairannya.
Sebelumnya diberitakan, PN Jakarta Selatan mengabulkan sebagian gugatan Yayasan Supersemar terkait jumlah uang yang diterima dalam putusan MA.
Majelis hakim menyatakan yayasan pemberi beasiswa itu hanya menerima sebesar Rp 306 miliar dari bank milik negara selama masa pemerintahan Orde Baru.
Jumlah itu diperoleh dari hasil audit yang dilakukan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) tahun 1998, Soehanjono.
"Kami majelis hakim hanya memeriksa dalam hal ini gugatan apakah terbukti atau tidak, dan majelis hakim mengatakan terbukti. Karena ada bukti yang diterima supersemar hanya Rp 306 miliar. Itu ada buktinya, tanda tangan jamdatun waktu itu," kata Made saat dihubungi, Jumat (15/7/2016).
Pada putusan yang keluar pada 29 Juni 2016 ditampilkan pada sipp.jakartaselatan.go.id, dana sebesar Rp 309 miliar diterima Yayasan Supersemar telah sesuai Peraturan Pemerintah RI Nomor : 15 tahun 1976.
Yayasan Supersemar juga disebut dalam amar putusan tidak pernah menerima uang dalam bentuk dollar Amerika Serikat.
"Menyatakan Penggugat tidak menerima sumbangan dana sosial dari bank-bank milik Negara periode tahun 1978 s.d. 1998 dalam bentuk mata uang dollar Amerika,"
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menyatakan akan mengeksekusi aset Yayasan Supersemar secara bertahap.
Sejumlah daftar aset telah diserahkan Kejaksaan untuk pelaksanaan eksekusi Yayasan Supersemar tahap pertama juga telah diserahkan.
Dalam catatan Kejaksaan Agung, ada 113 rekening giro dan deposito atas nama Yayasan Supersemar.
Terdapat pula 5 unit mobil dan dua tanah atau bangunan sebagai aset yayasan pemberi beasiswa itu.
Terkait upaya pelaksanaan putusan MA pada perkara Yayasan Supersemar, PN Jakarta Selatan telah menggelar sidang teguran (aanmaning) untuk meminta Yayasan Supersemar membayar denda putusan MA secara suka rela.
Dalam perjalanannya penjadwalan sidang teguran yayasan yang didirikan mantan Presiden Soeharto berulang kali mangkir dan baru hadir lewat pengacaranya, Bambang Hartono pada 20 Januari silam.
Setelah wakil dari Yayasan Supersemar sebagai termohon hadir, maka pengadilan menghitung batas delapan hari untuk melaksanakan putusan MA selama delapan hari terhitung sejak 21 Januari.
Namun, hingga kini pengadilan belum kunjung melakukan eksekusi.
Kasus Yayasan Supersemar bermula ketika pemerintah pada tahun 2007, menggugat Soeharto dan yayasan tersebut terkait dugaan penyelewengan dana beasiswa yang disalurkan.
Kejaksaan Agung pada gugatannya menyebutkan dana beasiswa yayasan itu yang seharusnya disalurkan ke penerima beasiswa tapi pada praktiknya disalurkan ke beberapa perusahaan seperti Bank Duta, Sempati Air, dan PT Kiani Lestari.
Selasa (11/8/2015) Mahkamah Agung mengabulkan gugatan Kejaksaan Agung dalam perkara ini dan mengharuskan Yayasan Supersemar membayar denda sebesar 315 juta dollar Amerika Serikat dan Rp 139,2 miliar atau total Rp 4,4 triliun.