Pengamat: Rizal Ramli, Anis Baswedan, dan Jonan Didepak Untuk Akomodir Kepentingan Politik
Perombakan kabinet atau reshuffle jilid II yang dilakukan Presiden Joko Widodo dianggap kental dengan kepentingan pragmatis dan akomodasi politik.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perombakan kabinet atau reshuffle jilid II yang dilakukan Presiden Joko Widodo dianggap kental dengan kepentingan pragmatis dan akomodasi politik.
Pengamat politik dari Lingkar Madani (LIMA) Indonesia Ray Rangkuti mempertanyakan kenapa menteri-menteri yang dinilai berkinerja bagus seperti Rizal Ramli, Anis Baswedan, dan Ignasius Jonan didepak dari kursi menteri.
"Nama-nama yang masuk dan keluar menjelaskan hal ini. Beberapa nama yang sebenarnya menunjukan kinerja bagus, berjalan sesuai dengan visi misi presiden, entah karena apa terpinggirkan," ujarnya ketika dihubungi Tribun, Rabu (27/7/2016).
Sementara, jabatan menteri untuk jatah partai sama sekali tak dikurangi, hanya berganti nama dan posisi.
Hanya Hanura yang kehilangan satu kursi untuk diberikan kepada partai politik lain.
Ditambah lagi ada nama-nama baru yang dianggap berasal dari partai yang baru bergabung dengan pemerintah.
Melihat fakta-fakta tersebut, reshuffle kabinet kali ini ada yang menilai sangat kental dengan kepentingan politik.
"Karena lebih banyak didasarkan pada akomodasi dan pragmatisme politik, maka wajah kabinet baru ini sudah jauh lebih beragam. Dan dengan sendirinya mengaburkan visi misi presiden untuk membangun Indonesia yang berdiri atas dasar Trisakti," jelasnya.
Jadi, kata dia, tak berlebihan jika menyebut bahwa resuffle kali ini untuk kepentingan pragmatisme dan akomodasi politik.
Ray mencontohkan Rizal Ramli yang dinilai peranannya dalam setahun terakhir cukup menonjol.
Bahkan pada tingkat tertentu menyelamatkan Jokowi dari kesulitan politik.
Sebut saja soal blok Masela.
Debat opini soal apakah blok tersebut dikelola dengan metode off atau on shore akhirnya selesai dengan ditetapkannya keputusan sesuai pandangan Rizal Ramli.
Dalam kasus reklamasi Teluk Jakarta, imbuhnya, situasi yang sama juga terjadi.
Rizal menyelesaikan masalah reklamasi dengan tepat dan pada akhirnya menyelesaikan pro-kontra panas izin reklamasi.
"Jadi setidaknya dalam dua kasus itu, Rizal Ramli mampu melakukan tugasnya dengan baik. Tentu, debat opini antara Rizal Ramli dengan Sudrman Said tidak cukup alasan untuk mereshuffle mereka," ucapnya.
"Kalau soal izin reklamasi pulau G yang jadi faktor, tentu itu tidak sebanding dengan kinerja Rizal Ramli sebelumnya. Lebih-lebih tindakan penghentian itu dilakukan dengan dasar-dasar pertimbangan yang cukup dan solid," tambahnya.
Jadi menurutnya, penggantian Rizal Ramli ini seperti dipaksakan bukan karena faktor kinerja.
"Maka pergantian Rizal Ramli, Anis, Jonan, semata karena kepentingan akomodasi dan pragmatisme politik," ujarnya.
Menurutnya ketiga menteri tersebut memang tidak memiliki partai dan tak punya kekuatan melakukan penggalangan dukungan politik.
"Peminggiran mereka menunjukan bahwa Jokowi masuk lebih dalam ke pelukan Parpol," jelasnya.
Pada perombakan kali ini, Presiden Jokowi memasukkan sejumlah figur dari partai-partai yang baru bergabung dengan koalisi pemerintahan, seperti Erlangga Hartarto dari Partai Golkar dan Asman Abnur dari PAN.
Ada pula wajah mantan menteri dalam kabinet Jokowi, yaitu Sri Mulyani.
Perempuan yang pernah menjadi menteri dalam kabinet Susilo Bambang Yudhoyono itu sempat menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia dan menjadi satu-satunya orang Indonesia yang masuk dalam 100 perempuan paling berpengaruh di dunia versi majalah Forbes.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.