Kisah Rohaniawan yang Dampingi Terpidana Mati sebelum Eksekusi
Karina, seorang rohaniawan yang telah mendampingi sejumlah narapidana di Nusakambangan, menceritakan pengalaman
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Karina, seorang rohaniawan yang telah mendampingi sejumlah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan, Jawa Tengah, menceritakan pengalamannya selama 14 tahun melayani di Nusakambangan.
Rina, panggilan akrabnya, merasa telah memiliki sebuah ikatan terhadap seluruh narapidana di Lapas Nusakambangan meski tidak memiliki hubungan darah. Diceritakan Rina, selama melayani di Nusakambangan, banyak narapidana yang curhat kepadanya tentang eksekusi mati yang akan mereka hadapi.
Banyak yang bercerita, menjadi seorang narapidana yang akan dieksekusi mati merupakan beban yang sangat berat bagi mereka. Terlebih bagi narapidana yang telah menyandang status itu selama belasan tahun.
"Mereka panggil saya mommy, 'Mom, kita itu kalau mau jujur tidak ada ketakutan yang melebihi ketakutan kami, tidak ada kesedihan yang melebihi kesedihan kami.' Mereka punya beban mental," ujar Rina di Rumah Duka St Carolus, Jakarta Pusat, Jumat (29/7/2016).
Rina menjelaskan kalau tidak semua narapidana diterima oleh keluargnya. Banyak juga dari mereka yang dibuang oleh keluarga mereka.
Alasannya bermacam-macam, kata Rina, bisa jadi karena alasan malu atau faktor lainnya. Namun sebagian narapidana juga memang sengaja untuk tidak memberitahu keluarganya tentang kasus yang menimpa mereka.
"Banyak yang bilang kalau mereka lagi di luar negeri, intinya enggak mau nyusahin keluarganya," kata Rina.
Rina menjelaskan, bagi narapidana yang telah divonis dengan hukuman mati, selama ditahan, jarang dia melihat rasa keputusasaan di mata mereka. Kebanyakan dari mereka tetap berjuang untuk hidup, meski tahu kematian pasti akan menghampiri mereka.
Rina mencontohkan Seck Osmane, narapidana asal Nigeria yang telah dieksekusi mati pada Jumat dini hari karena kasus kepemilikan narkotika. Rina mengatakan, Osmane tetap memperlihatkan rasa ingin tetap hidup.
Selama 14 tahun menjadi pendamping rohani, Rina mengatakan, tak pernah sekalipun dirinya dilecehkan oleh para narapidana. Semua narapidana menghargainya, itu mengapa dirinya sangat menyayangi narapidana yang dia sebut sebagai "anak-anaknya".
"Selama 14 tahun melayani, mereka sudah seperti anak-anak saya, saya mengasihi mereka dan mereka mengasihi saya. Selama 14 tahun saya di sana, lapas yang kata orang kejahatan semua ada katanya ada gembong narkoba, pembunuh pemerkosa, tapi tidak sekalipun dalam hidup saya di sana, saya dilecehkan," ujar Rina.
Rina menganggap bahwa pendampingan kepada narapidana bukanlah sebuah pekerjaan, tapi dia menamakan pengabdiannya selama 14 tahun di Lapas sebagai sebuah pelayanan.(David Oliver Purba)