Ketua Umum PNTI HE Purnomo: Nelayan Jangan Mengeluh, Ada Jalan Keluar!
Converter ciptaan Persatuan Nelayan Tradisional Indonesia mampu mengubah gas melon untuk melaut selama 14 jam. Alat ini mampu menghemat 25 liter BBM.
Editor: Y Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nelayan-nelayan tradisional Indonesia tidak perlu mengeluh terkait kelangkaan bahan bakar minyak saat akan melaut yang sering dialami kesehariannya.
Persatuan Nelayan Tradisional Indonesia telah berhasil melalui risetnya membuat alat converter menjadikan gas elpiji melon untuk melaut selama 14 jam. Alat converter ini mampu menghemat 25 liter BBM.
Demikian ditegaskan Ketua Umum PNTI, HE Purnomo, dalam acara halal bihalal di Jakarta, Sabtu (30/7/2016) malam. Di acara itu Purnomo menunjukkan cara kerja mesin converter tersebut kepada para hadirin.
Hadir dalam acara di antaranya perwakilan Papua, Papua Barat, Maluku Utara, Sulwaesi, Indramayu dan Pandeglang, para tokoh PNTI termasuk Dewan Pembina Laksda TNI (Pur) Heru Srihanto, Dewan Penasehat Mayjen TNI (Pur) O Sudjatmiko serta Staf Ahli (POKJA) BAKAMLA RI Bidang Komunikasi Publik, AM Putut Prabantoro dan perwakilan BPJS, Haryani.
Purnomo menegaskan masalah utama yang dihadapi nelayan tradisional dalam melaut adalah kelangkaan BBM karena sulit didapat. Persoalan ini seharusnya dapat diatasi dengan menyediakan pasokan yang cukup mengingat nelayan tradisional harus beberapa hari di laut untuk mendapatkan tangkapannya.
“Namun kita semua tahu, penyediaan stok yang cukup itu mempunyai kendala dan itu sudah terjadi bertahun-tahun. Sehingga penting bagi sebuah organisasi nelayan untuk membantu para anggotanya untuk ikut menyelesaikan persoalan dasar yang dihadapi,” ujar Purnomo dalam keterangan resminya kepada Tribunnews.com, Minggu (31/7/2016).
Sebagai organisasi PNTI memiliki tujuan utama meningkatkan kesejahteraan nelayan dari proses hulu dan hilir, termasuk di dalamnya meningkatkan kesejahteraan melalui penghematan BBM.
Menurut Purnomo, penemuan alat converter ini menguntungkan para nelayan yang hanya membutuhkan beberapa galon gas melon kemasan 3 kilogram untuk melaut.
“Saya merasa yakin alat ini akan membawa meningkatkan kesejahteraan para nelayan tradisional. Meski dalam penyempurnaan, namun alat ini sudah diuji coba di lembaga riset PNTI. Berharap bahwa alat ini juga akan membawa nelayan tradisional melaut lebih jauh daripada biasanya,” beber Purnomo
Sementara itu, AM Putut Prabantoro, menegaskan harus dimulai cara pandang baru bagi nelayan tradisional guna meningkatkan kesejahteraan.
Nelayan tradisional harus belajar sejarah tentang kehebatan pelaut-pelaut nusantara dan ini akan menjadi alat komunikasi kepada dunia pendidikan.
“Jika PNTI mau menggarap anggotanya untuk melek sejarah, dan menjadi guru alam bagi generasi muda Indonesia, saya kira ini akan mempercepat Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Yang dihadapi dalam menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia adalah budaya, kultur yang sudah lama diabaikan oleh masyarakat Indonesia yang telah beranggapan dirinya sebagai masyarakat agraris saja.Yang bisa mempercepat penularan budaya maritim, budaya kelautan adalah nelayan tradisional ini yang benar-benar hidup karena alam,” tegas Putut.
Heru Srihanto juga menegaskan kesejahteraan nelayan tidak bisa dicapai hanya dengan menunggu untuk diberi. Nelayan Indonesia harus benar-benar solid dalam membangun jejaring dan juga memperkuat organisasi dalam arti sebenarnya.
“Laut Indonesia begitu luas. Namun kalau laut Indonesia yang begitu luas tidak mampu menyejahterakan nelayannya, berarti ada sesuatu yang harus diluruskan. Indonesia sebagai negara maritim hanya dapat diakui kebenarannya jika para nelayan tradisionalnya sejahtera,” ujar Heru.