Pengacara Sayangkan Vonis Sesat untuk Organisasi Gafatar
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga sudah menetapkan bahwa aliran tersebut aliran sesat.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak Maret lalu, pemerintah sudah memutuskan bahwa aliran yang dianut oleh anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) adalah aliran sesat.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga sudah menetapkan bahwa aliran tersebut aliran sesat.
Atas kasus tersebut, sejak Mei lalu sudah ada tiga orang yang ditersangkakan dan ditahan.
Mereka adalah Ahmad Musaddeq, dan dua pimpinan organisasi Gafatar, Abdul Muis Tumanurung dan Andri Cahaya. Ketiganya dituduh melakukan penistaan agama dan makar.
Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang juga ikut mendampingi para eks-Gafatar tersebut, Usman Hamid, menyayangkan sikap pemerintah yang menetapkan Gafatar sebagai aliran sesat.
Padahal organisasi tersebut memiliki badan hukum.
"Seharusnya kalau pemerintah tidak suka, mereka menuntut ke pengadilan," ujar Usman Hamid, dalam konfrensi pers bersama tim advokasi eks-Gafatar, di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), di Jakarta Pusat, Rabu (3/8/2016).
Yang terjadi adalah para anggota Gafatar yang membentuk komunitas di Mempawah, Kalimantan Barat, pada Januari lalu, diusir dari tanah mereka yang dimiliki secara sah.
Sementara pemerintah tidak berbuat banyak agar mereka bisa mempertahankan hak mereka.
Mereka adalah korban menurut Usman Hamid. Setelah harta mereka dirampas, mereka justru ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan makar dan penistaan agama.
"Kasus Gafatar ini membuktikan bahwa kebebasan berekspresi di Indonesia, mengalami kemerosotan," ujarnya.
Ahmad Musaddeq pernah dipenjara pada 2006 lalu, karena mempelopori aliran Al-Qiyadah al-Islamiyah, yakni aliran yang mempersatukan ajaran-ajaran dari Al Quran, Injil dan kitab-kitab Yahudi. Ia dipidana karena melakukan penodaan agama.
Yudhistira, mantan anggota Gafatar mengatakan bahwa Musaddeq sama sekali tidak berada dalam kepengurusan Gafatar.
Namun pernah satu kali Musaddeq berceramah di hadapan anggota Gafatar, terkait kerohaniaan.
"Tapi dia sama sekali tidak berbicara soal ritual agama, soal penafsiran agama," katanya.