Tak Ada Lagi Tebusan Untuk Sandera
Keluarga anak buah kapal (ABK) Tug Boat (TB) Charles 00 makin was-was dan khawatir menunggu nasib para ABK
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA‑ Keluarga anak buah kapal (ABK) Tug Boat (TB) Charles 00 makin was-was dan khawatir menunggu nasib para ABK yang disandera kelompok Abu Sayyaf.
Megawati Ahmad, istri dari Ismail, nakhoda kapal TB Charles 00 kepada Tribun mengatakan saat komunikasi dengan penyandera, selain minta uang tebusan senilai 250 juta Peso untuk 4 ABK, yakni Ismail, M Natsir, Robin Piter dan M Sofyan, penyandera juga memberikan batas waktu.
Mega menjelaskan, batas waktu yang diberikan penyandera 15 hari terhitung sejak 1 Agustus lalu. Jika dihitung mundur, dari hari ini (Rabu, 3/8) batas waktu yang diberikan penyandera tinggal 12 hari lagi.
"Tenggak waktu itu memang ada, dan saat ini tengah menjadi pembahasan oleh pemerintah ," kata Mega saat dihubungi Tribun tengah berada di Jakarta.
Mega bersama beberapa istri ABK lainnya ke Jakarta untuk meminta kejelasan dari pemerintah pusat melalui Kementerian Luar Negeri mengenai proses pembebasan para ABK yang masih disandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf.
Namun sayang, hingga Selasa (2/8) kemarin ternyata belum mendapatkan jawaban yang membuat hati para keluarga sandera merasa tenang.
Sudah tiga hari keluarga ABK korban sandera berada di Jakarta. Hari pertama mereka mendatangi Kementerian Luar Negeri untuk mendengarkan secara langsung apa‑apa saja yang telah dilakukan pemerintah untuk memulangkan WNI yang disandera.
Namun, apa yang mereka dapat tidak membuat mereka menjadi lebih tenang.Menurut Mega, penjelasan dari Kemenlu, sama saja dengan apa yang sering dikatakan oleh perusahaan ketika masih berada di Samarinda.
Kepada Tribun, Ibu satu anak itu menjelaskan, dirinya dan keluarga ABK lainnya berharap bisa mendapatkan jawaban yang dapat membuat seluruh keluarga tenang. Kenyatannya jawaban dari Kemenlu tidak juga dapat membuat dirinya tidur dengan nyenyak.
"Kami ke sini (Jakarta) untuk mendapatkan penjelasan yang lengkap, tentang progres dari upaya pembebasan sandera . Namun nyatanya jawaban dari pihak Kemenlu ya itu‑itu saja, standar‑standar saja," ungkapnya saat dihubungi via telepon, Selasa (2/8/2016).
Bahkan, dalam pertemuan tersebut dirinya sudah menyampaikan semua informasi yang diperoleh keluarga kepada pihak Kemenlu guna memudahkan pemerintah pusat melakukan proses pembebasan. "Informasi yang kami miliki tentu sudah saya berikan ke Kemenlu, agar dapat ditindaklanjuti, tapi belum tahu lagi ke depannya seperti apa," tuturnya.
Selama berada di Jakarta Mega tetap dihubungi oleh penyandera yang mengaku berasal dari kelompok Al Habsy Misaya. Guna mempermudah pelacakan terhadap nomor handphone tersebut, termasuk mempermudah komunikasi antara tim Crisis Centre dengan penyandera, Mega pun memberikan nomor handphone tersebut ke pihak perusahaan dan tim Crisis Centre.
"Senin pagi kemarin (1/8), mereka (penyandera) telepon lagi. Langsung saya alihkan ke perusahaan. Sudah saya sampaikan ke penyandera bahwa saya sudah beri tahu perusahaan termasuk memberitahukan langsung permintaan mereka ke pemerintah pusat," urainya.
"Kemenlu menjanjikan kepada kami untuk memberikan pendampingan dan memudahkan kami mendapatkan informasi. Itu yang mereka janjikan, tapi tidak ada janji kapan keluarga kami bisa bebas," tambahnya.
Mega menambahkan, dirinya dan keluarga ABK lainnya tidak akan meninggalkan Jakarta sampai benar‑benar ada progres yang signifikan dilakukan pemerintah guna membebaskan seluruh WNI yang disandera.
Selama berada di Jakarta, keluarga sandera didampingi Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI). Selain Mega, juga terdapat Elona, istri Robin Piter, Abdul Muis ayah Kapten Feri Ariffin, Rushi kakak Edy Suryono dan Aghrita Permata anak M Natsir.
'No Ransom Policy'
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kembali menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia tidak menggunakan uang tebusan dalam menyelesaikan persoalan penyanderaan atau No Ransom Policy.
"Kalau pemerintah Indonesia sudah jelas pasti policy adalah no ransom policy," ujar Retno di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (2/8).
Retno mengatakan, Pemerintah Indonesia terus melakukan komunikasi dengan Pemerintah Filipina terkait kondisi 10 WNI yang disandera Abu Sayyaf untuk upaya pembebasan.
Disamping itu, kata Retno, tiga menteri pertahanan dari Indonesia, Malaysia dan Filipina terus melakukan komunikasi untuk membentuk joint patrol atau patroli bersama di perairan yang rawan perompakan.
Namun, Retno mengatakan, dirinya belum mengetahui persis sejauh mana pembicaraan yang dilakukan menteri pertahanan tiga negara di Bali kemarin.
"Belum. Ini saya akan lakukan pembicaraan dengan Pak Menhan dengan hasil pertemuan di Bali," tutur Retno. (cde/tribunnews)