Dituntut 13 Tahun Penjara, Andri Tristianto Pasrah
Andri menyerahkan langkah pembelaan kepada tim pengacaranya.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasubdit Kasasi Perdata Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Mahkamah Agung (MA) Andri Tristianto Sutrisna pasrah dengan tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 13 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidier enam bulan kurungan.
Ditemui usai persidangan, Andri enggan berkomentar kepada awak media.
Dirinya hanya mengungkapkan akan mengajukan pledoi atau nota pembelaan dalam persidangan pekan depan.
"Sudah saya pasrah saja, pasrah," kata Andri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (4/8/2016).
Andri menyerahkan langkah pembelaan kepada tim pengacaranya. Namun dia enggan banyak bicara soal sidang hari ini.
"Iya, kami serahkan saja pada Tuhan deh, saya sepasrah-pasrahnya saja," katanya.
Diberitakan sebelumnya, jaksa KPK menilai Andri terbukti secara sah melakukan korupsi sesuai dalam dakwaan pertama pasal 12 huruf a dan menerima gratifikasi sesuai dakwaan kedua pasal 12 huruf b dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001.
"Menjatuhkan pidana pada Andri dengan tuntutan 13 tahun dikurangi masa tahanan dan denda Rp500 juta subsidier enam bulan kurungan," kata Jaksa Ahmad Burhanudin.
Tuntutan 13 tahun dianggap sebanding karena Andri mengurus banyak perkara di peradilan.
Dalam pertimbangannya, jaksa menilai hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa yang telah merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan. Sementara hal yang meringankan adalah terdakwa berbuat sopan selama persidangan dan mengakui perbuatannya.
Jaksa juga menilai, dalam dakwaan pertama Andri terbukti menerima suap sebesar Rp400 juta untuk menunda salinan putusan perkara yang melibatkan pengusaha Ichsan Suaidi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sementara dalam dakwaan kedua, Andri terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp500 juta dari seorang pengacara di Pekanbaru, Riau.
Dalam tuntutannya, JPU juga menyebutkan adanya fakta jumlah pendapatan Andri yang tidak berbanding lurus dengan jumlah kekayaannya.
"Andri juga mengakui pembelian rumah, mobil, dan harta lainnya diperoleh dari hasil jual beli perkara," kata jaksa Ahmad.
Padahal sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), Andri dilarang menerima hadiah atau pemberian apa saja dari siapa pun yang berhubungan dengan jabatannya. Andri juga dilarang menggunakan wewenangnya untuk memperkaya diri.