Adik Freddy Budiman Sasaran Pertama Tim Independen Polri
Tim independen bentukan Polri untuk pertama kalinya memeriksa pihak yang terkait dengan pengakuan terpidana mati kasus narkoba Freddy Budiman.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim independen bentukan Polri untuk pertama kalinya memeriksa pihak yang terkait dengan pengakuan blak-blakan terpidana mati kasus narkoba Freddy Budiman.
Orang pertama yang diperiksa yaitu Johny Suhendara alias Latief, adik Freddy Budiman, untuk menggali informasi mengenai aliran dana miliaran rupiah kepada sejumlah pihak, termasuk aparat penegak hukum, dalam peredaran narkoba.
Informasi mengenai keterlibatan oknum TNI, Poli, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Ditjen Bea Cukai, disampaikan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) Haris Azhar, berdasarkan pengakuan Freddy Budiman.
Haris bertemu Freddy di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Batu, Nuskambangan, pada 2014 lalu.
"Yang diperiksa Saudara Latif di LP Salemba," kata Ketua Tim Independen Komjen Pol Dwi Priyatno di Jakarta, Kamis (11/8). Tim independen berkoordinasi dengan BNN untuk menyatukan temuan terkait perkara itu.
Tim independen juga menyatakan terbuka menerima informasi dari masyarakat terkait keterlibatan aparat dalam peredaran narkoba. "Tim ini juga terbuka terhadap setiap info baru yang diberikan masyarakat termasuk info didapat KontraS," katanya.
Mabes Polri membuka hotline di nomor 08818811986. Nomor tersebut adalah nomor Sekretaris Tim Independen Polri, Kombes Baharudin Djafar. "Apabila masyarakat punya informasi yang berkaitan dengan testimoni Freddy, sampaikan ke sini. Akan kami tampung dan tindaklanjuti," ujar Dwi Priyatno.
Polri membentuk tim independen untuk menelisik kebenaran informasi dalam artikel Haris Azhar berjudul Cerita Busuk dari Seorang Bandit.
Tim diketuai Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Dwi Priyatno, beranggotakan 18 orang, termasuk Ketua Setara Institute Hendardi, anggota Komisi Kepolisian Nasional Poengky Indarti, dan pakar komunikasi Universitas Indonesia Effendi Gazali.