Bareskrim Fokus Usut Perbudakan di Kapal Penangkapan Ikan Ilegal
Bukan hanya itu para korban diperlakukan layaknya komunitas komersial
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kabareskrim Komjen Ari Dono menanggapi serius kasus
tindak pidana perdagangan orang dan perbudakan (TPPO), khususnya pada kapal-kapal penangkap ikan ilegal yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia.
Menurut jenderal bintang tiga ini, perbudakan turut menjadi perhatiannya karena para pelaku memperlakukan korban secara tidak menuasiawi seperti menganiaya dan menyiksa.
"Bukan hanya itu para korban diperlakukan layaknya komunitas komersial yang menguntungkan untuk kemudian dapat dengan mudahnya dieksploitasi. Tentu saja ini tidak bisa diterima oleh akal sehat manusia karena esensi HAM terlanggar," ujar Ari, dalam pembukaan Asean Conference Human Trafficking And Forced Labor In Fishing Industry, di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (15/08/2016).
Mantan Wakabareskrim ini menyatakan Polri terus berkomitmen dalam mencegah dan memberantas tindak pidana yang dilakukan terorganisir dan lintas negara tersebut.
“Paling awal tentu saja dengan memperhatikan berbagai instrumen internasional maupun perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, serta diselaraskan dengan arah kebijakan negara dalam menjaga dan melindungi sumber daya laut dari Nusantara ini," katanya.
Kedua, mengingat kompleksnya penanganan kejahatan lintas negara ini, tentu saja membutuhkan kerjasama dengan seluruh pihak secara komprehensif dan berkelanjutan.
Terlebih lagi, para pelaku kejahatan merupakan kelompok yang terorganisir khususnya para pihak yang mempekerjakan tenaga kerja atau Anak Buah Kapal (ABK) ilegal, melibatkan lebih dari satu negara, dan terjadi di wilayah perairan yang luas.
Ari mencontohkan, kasus yang pernah ditangani pihaknya yaitu perbudakan ABK kapal di Benjina, Kepulauan Aru.
Kasus itu melibatkan korban sebanyak 658 orang ABK yang terdiri dari 512 warga negara Myanmar, 96 warga negara Kamboja, 8 warga negara Laos dan 42 warga negara Thailand.
Sebanyak 8 orang diduga telah menjadi tersangka yang terdiri dari 5 warga negara Thailand dan 3 diantaranya adalah warga negara Indonesia.
Pengadilan Indonesia telah memutus vonis kepada para terdakwa dengan hukuman 3 tahun penjara dan denda sebesar Rp 160 juta. Tidak berhenti sampai disitu, kasus ini juga dikembangkan untuk menjerat para pelaku lainnya.
Dengan adanya konferensi ini, Ari berharap ada kesamaan persepsi dan komitmen dalam penanganan kejahatan perdagangan orang dalam industri perikanan di kawasan ASEAN sudah tidak bisa ditunda lagi.
Konferensi ASEAN yang rencananya akan berlangsung hingga dua hari ke depan ini juga dihadiri oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI, delegasi dari negara-negara ASEaN, delegasi Imigrasi dari negara ASEAN, duta besar negara AsEAN, dan kementerian kelautan dari negara-negara ASEAN.