Politisi Gerindra Wihadi Irit Bicara Usai Diperiksa KPK
Wihadi mengaku tidak pernah bertemu dengan pengusaha asal Sumatera Barat Yogan Askan.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Wihadi Wiyanto, irit bicara usai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di gedung KPK Jakarta, Kamis (18/8/2016).
Wihadi enggan menjawab banyak pertanyaan wartawan mengenai pemeriksaannya hari ini terkait suap pengurusan anggaran di DPR untuk alokasi Provinsi Sumatera Barat pada APBNP 2016.
"Sudah diperiksa penyidik," kata Wihadi.
Wihadi yang terus berjalan cepat menuju mobilnya mengaku tidak pernah bertemu dengan pengusaha asal Sumatera Barat Yogan Askan.
"Enggak (pernah)," tukas Wihadi.
Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan pemeriksaan Wiyadi memang tidak terlepas dari perannya sebagai anggota Badan Anggaran DPR RI.
Untuk itu, kata Yuyuk, penting untuk memintai keterangan dari Wihadi terkait pembicarannya dengan tersangka anggota Komisi III DPRI I Putu Sudiartana.
"Didalami peran IPS apa yang dia ketahui kalau dalam kaitan dengan Banggar apakah ada yang sempat dibicarakan dengan tersangka," ungkap Yuyuk.
Yuyuk tidak menampik adanya keterkaitan antara kasus tersebut dengan Wihadi.
"Bisa saja temuan baru dan ternyata ada kaitan di mana saja ada kaitan dan ada titik-titiknya," tukas Yuyuk.
Wihadi hari ini diperiksa sebagai saksi untuk Putu Sudiartana dan Yogan Askan.
Sebelumnya, KPK menangkap Putu, Noviyanti, Suprapto, Yogan Askan, dan Suhemi dalam operasi tangkap tangan di berbagai tempat, awal Juli ini. Putu menerima tiga kali transfer sejumlah Rp 500 juta.
Transfer tersebut dalam jumlah Rp 150 juta, Rp 300 juta dan Rp 50 juta. Saat menangkap Putu di rumah dinas di Ulujami, Jakarta, KPK juga menyita uang 40 ribu Dolar Singapura.
Suap tersebut sebagai ijon pembangunan 12 ruas jalan di Provinsi Sumatera Barat. KPK menetapkan Sudiarta, Noviyanti, Suhemi, Suprapto dan Yogan sebagai tersangka.
Kepada Noviyanti, Suhemi dan Sudiarta disangka Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, sementara kepada Yogan dan Suprato dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.