Gerindra akan Tolak Dilakukannya Revisi UU Kewarganegeraan
Pejabat negara itu dibutuhkan nasionalisme, sehingga tidak harus menunggu proses seseorang menjadi WNI untuk memberikan kontribusi kepada Indonesia
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Muhammad Syafii menegaskan jika partainya akan menolak rencana revisi UU No.12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan jika hanya untuk mengakomodir dwi kewarganegaraan.
Revisi itu mencuat setelah mantan Menteri ESDM Archandra Tahar dan Gloria Natapraja Hamel diketahui memiliki paspor Amerika Serikat, dan Perancis.
“Kalau hanya dua kasus itu kemudian pemerintah dan DPR RI mau merevisi, sementara hal itu akibat kelalaian istana kepresidenan dalam merekrut pejabat publik. Padahal, dalam UU No. 39 tahun 2008 tentang kementerian negara sudah tegas harus WNI. Bagaimana kinerja BIN, kepolisian dan lain-lain?” kata Syafi'ie di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (23/8/2016).
Seharusnya kata politikus Partai Gerindra itu bukan merevisi, melainkan merapikan dan mendisiplinkan tugas-tugas di lingkungan istana kepresidenan dalam merekrut pejabat negara.
"Jangan seperti akrobatik. Pejabat negara itu dibutuhkan nasionalisme, sehingga tidak harus menunggu proses seseorang menjadi WNI untuk memberikan kontribusi kepada Indonesia,” ujarnya.
Karena menurutnya, kalau sudah WNI nasionalismenya pasti dijamin untuk membangun Indonesia. Sebaliknya, kalau warga negara asing (WNA) motifnya pasti untuk kepentingan ekonomi, apalagi Indonesia ini negara kaya raya, yang menjadi rebutan dunia.
“Jadi, UU Kewarganegaraan ini sudah memadai. Sedangkan syarat tinggal 5 – 10 tahun agar menjadi WNI itu hanya agar merasakan nasioanalisme. Tapi, kalau naturalisasi terus-menerus, maka WNI akan makin terpinggirkan," tegasnya.
"Karenanya Gerindra akan tolak revisi kalau sekadar untuk mengakomodir dwi kewarganegaraan. Jika asing makin banyak di negeri ini, maka akan cepat Indonesia terjual ke asing,” pungkasnya.