Pemerhati Anak Ingin Germo Prostitusi 99 Anak untuk Gay Dihukum Mati
"Polisi harus segera memproses secara hukum. Hukuman seumur hidup untuk pelaku," tegas Agus.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerhati Anak, Agus Supriyanto, prihatin atas kejahatan AR (41) germo prostitusi 99 anak untuk melayani lelaki penyuka sesama jenis (gay).
Apalagi karena kejahatan AR sudah merusak generasi bangsa.
Untuk itu, Supriyanto menilai pelaku harus dijerat hukum seberat-beratnya.
Apalagi Pembina Sekolah Alternatif Anak Jalanan SAAJA ini menilai Polisi sudah mengidentifikasi korban 99 anak.
"Polisi harus segera memproses secara hukum. Hukuman seumur hidup untuk pelaku," tegas Agus ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (31/8/2016).
Polri juga, kata dia, harus memprioritaskan penanganan kasus eksploitasi pada anak yang dilakukan AR.
Bahkan dia mendorong agar Polri mengembangkan kasus AR ke jaringan pelaku di berbagai kota.
"Sebagai pegiat pendidikan anak, saya prihatin. Kasus ini bukan tunggal terjadi di satu tempat," ujarnya.
Untuk menyikapi kaus ini pula dia menilai peran orangtua, lingkungan, guru, pegiat peduli anak, KPAI, Kementerian Pemberdayaan Perempuab dan Perlindungan Anak harus aktif merespon kejadian itu sebagai gerakan bersama mengawasi dan melindungi anak-anak bangsa.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya mengatakan, korban dari AR, pelaku eksploitasi anak untuk penyuka sesama jenis mencapai 99 orang.
Saat awal penelusuran, hanya diketahui korbannya sebanyak delapan orang yang terdiri dari tujuh anak di bawah umur dan satu anak berusia 18 tahun.
"AR tidak hanya punya tujuh (korban), dari daftarnya ada 99 anak. Akan kami tangani secara berkelanjutan," ujar Agung, di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (31/8/2016).
Seluruh korban AR merupakan anak laki-laki yang hanya diperuntukkan bagi pengguna sesama jenis.
Agung mengatakan, kasus ini muncul saat tim Cyber Patrol melakukan penyisiran di media sosial untuk konten pornografi dan lainnya yang bertentangan dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kemudian, ditemukan akun AR yang ternyata isinya menjajakan anak berjenis kelamin laki-laki.
Hingga saat ini, polisi masih mencari tahu cara AR merekrut anak-anak tersebut.
"Kami masih lakukan pendalaman. Kita tahu bahwa untuk dapat merekrut anak-anak caranya tidak seperti yang lain, apalagi anak lelaki," kata Agung.
Ia memasang tarif Rp 1,2 juta untuk masing-masing anak. Sementara itu, AR hanya memberikan upah masing-masing Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu ke korban.
Polri juga bekerja sama dengan Kementerian Sosial dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia untuk menangani kasus ini.
"Karena tidak hanya terkait masalah hukum, tapi terkait masalah pada anak agar bisa dikembalikan lingkungan, jadi lebih baik," kata Agung.