Pengacara Sanusi: Keterangan Ahok di Sidang Palsu
Hal inilah yang seharusnya dapat penilaian tersendiri oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Wahid Nurdin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Krisna Murti, penasihat hukum terdakwa kasus dugaan suap pembahasan raperda reklamasi Muhammad Sanusi, geram dengan keterangan Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama alias Ahok saat menjadi saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (5/9/2016).
Krisna menyebutkan, pernyataan Ahok mengenai Peraturan Daerah (Perda) Reklamasi pulau di pantai utara Jakarta sudah ada sejak zaman Presiden Soeharto hanya bualan semata.
"Ngga ada itu Perda semacam itu. Silakan dicek," kata Krisna Murti di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (5/9/2016).
Menurutnya, kesaksian Ahok masuk dalam kategori memberikan kesaksian palsu.
Hal inilah yang seharusnya dapat penilaian tersendiri oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Dalam Undang-Undang Tipikor sudah jelas disebut pada Pasal 21 bahwa memberikan keterangan palsu ini juga dapat dipidanakan. Dan maksimal hukumannya ini kan bisa 7 tahun penjara," kata Krisna.
Seperti kita ketahui dalam kesaksiannya Ahok menyebutkan Peraturan Daerah Perda Reklamasi pulau di pantai utara Jakarta sudah ada sejak jaman Presiden Soeharto. Perda yang dimaksud, yakni Perda Nomor 8 tahun 1995 yang mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1995.
Menurut keterangan Ahok, draf Rancangan Perda (Raperda) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKSP) yang diusulkan ke DPRD DKI merupakan merujuk dari Perda Nomor 8 tahun 1995.
"Kami teruskan Perda tahun 1995, karena Perda Reklamasi sudah ada sejak 1995. Perda Nomor 8 tahun 1995 dan itu mengacu ke Kepres Nomor 52 tahun 1995,” kata Ahok.
Ahok menjelaskan, bahwa dirinya hanya memperpanjang izin prinsip yang dipegang beberapa perusahaan. Menurut Ahok bahwa izin tersebut dikeluarkan oleh Gubernur DKI era Fauzi Bowo.
Terkait pemberian izin Presiden Soeharto juga sudah mengeluarkan izin reklamasi bagi perusahaan pengembang jika mengacu pada Kepres Nomor 52 tahun 1995.
"Jadi kalau kita lihat ke dalam Kepres Nomor 52 tahun 1995 jelas Presiden Soeharto keluarkan izin reklamasi pantura. Di pasal berapa gitu, huruf D menimbang untuk mewujudkan pantai utara Jakarta jadi kawasan andalan perlu reklamasi sekaligus menata ruang daratan pantai yang ada," katanya.(*)