Mary Jane Terpidana Mati Asal Filipina Memohon Pengampunan Presiden Duterte
Mary Jane sedang menantikan waktu eksekusi setelah sempat lolos dalam eksekusi mati sebelumnya atas kasus perdagangan obat terlarang atau narkoba.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebelum bertolak ke Laos, Presiden Duterte telah menerima suara lirih rekaman Mary Jane Veloso.
Mary Jane memohon bantuan kepada Duterte, melalui rekaman pesan suara yang disampaikan melalui keluarganya.
"Alam ko po na meroon kayong puso. Isa rin po kayong magulang. Kahit na mahirap ang buhay ng aking pamilya, pero hinding hindi ko po gagawin ang illegal na droga. Kahit po kinulong nila ako. Hindi ko matatanggap ang ibinibintang nila sa akin dahli wala po akong kasalan. Wala po akong kasalanan. Wala po akong kasalanan."
(Saya tahu Anda memiliki hati yang baik. Anda adalah orang tua juga. Meskipun hidup keluarga saya miskin, memang sulit, tapi saya tidak pernah akan terlibat dalam narkoba. Saya tidak bisa menerima tuduhan ini karena saya tidak bersalah. Saya tidak bersalah. Saya tidak bersalah.)
Ini adalah kata-kata Mary Jane Veloso saat memohon bantuan Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Kamis (1/9/2016) melalui rekaman pesan suara dari keluarganya pada 31 Juli lalu.
Terpidana mati asal Filipina itu sedang menantikan waktu eksekusi setelah sempat lolos dalam eksekusi mati sebelumnya atas kasus perdagangan obat terlarang atau narkoba.
Pembantu rumah tangga asal Filipina ITU sempat dijadwalkan akan dieksekusi pada bulan April tahun lalu tetapi diberikan penangguhan karena proses hukum di Manila terhadap Maria Kristina Sergio dan pasangannya - dua orang yang merekrut Mary Jane secara illegal - tengah berlangsung di Manila.
Sebagaimana dibuktikan dalam suaranya dalam rekaman, Veloso terisak-isak memohon untuk kebebasannya dari Presiden Duterte, yang terkenal karena pendekatan dalam perang melawan perdagangan obat-obatan ilegal di negaranya.
"Presiden Filipina yang terhormat. Ini adalah Mary Jane," demikian suara pembantu rumah tangga ini pada permulaan permohonannya.
"Saya sudah menderita di sini di Indonesia terlalu lama. Aku harus bertahan lebih lama dalam hidup ini dan meskipun miskin, saya adalah orang yang takut akan Allah."
Proses panjang di masa lalu, upaya untuk tawar-menawar untuk kebebasan Veloso tetap saja sia-sia. Karena itu dia berharap untuk bebas dengan bantuan Duterte.
"Untuk semuanya itu, saya berharap, bapak Presiden yang terhormat. Saya hanya berharap, kepadamu Bapak Presiden. Aku tahu kaulah satu-satunya yang bisa membantu saya, "katanya.
"Saya tahu banyak orang masih percaya dan mendukung saya, tetapi Anda benar-benar tahu bagaimana melakukan keadilan di sini. Aku butuh keadilan dan saya sangat membutuhkannya sekarang. Aku mohon kepada Anda yang memiliki belas kasihan."
Meskipun menjadi tawanan sejak 2010, Veloso tetap berharap bahwa ia akan menerima pengampunan atas sesuatu yang tidak ia lakukan. Karena dia bilang dia tidak melakukan kejahatan narkoba.
"Jika banyak keraguan saya tidak bersalah, tapi Tuhan Allah, Dia tidak pernah tidur dan Dia dapat melihat segalanya yang saya lakukan. Dia tahu bahwa saya tidak membuat kesalahan dan dosa."
Sebelumnya, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyatakan dua terpidana mati kasus narkoba yang lolos dari eksekusi mati tahap II pada April 2015, tidak masuk dalam pelaksanaan selanjutnya.
Mereka adalah warga negara Filipina, Mary Jane Veloso dan warga negara Perancis, Serge Atlaoui.
Keduanya secara mendadak tidak diikutkan dalam eksekusi yang berlangsung di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan.
"Mary jane belum. Masih tunggu proses hukum di Filipina, kita harus menghormati dan menghargai," kata Prasetyo di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (22/7/2016) lalu.
Pembantu rumah tangga asal Filipina, Mary Jane Veloso, juga belum masuk daftar eksekusi mati tahap ketiga. Mary Jane ditangkap 2010 dituduh dan menyelundupkan narkotika ke Indonesia tahun 2010 dan dijatuhi hukuman mati.
Mary Jane Veloso batal dieksekusi bulan April tahun ini bersama para terpidana mati narkotika lain. Dia ketika itu sudah dibawa ke Nusakambangan dan siap menjalani eksekusi mati. Pembatalannya dilakukan hanya beberapa menit sebelum pelaksanaan eksekusi, karena ada permohonan dari Filipina.
Alasannya, ada bukti hukum baru di Filipina bahwa Mary Jane hanya menerima titipan orang, tanpa mengetahui koper yang dititipKan kepadanya ketika berangkat ke Indonesia.
Mary Jane Veloso ditangkap di Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta 24 April 2010 karena membawa 2,6 kilogram heroin.
Pengadilan Negeri Sleman lalu menjatuhkan hukuman mati, karena terbukti melanggar Pasal 114 ayat 2 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah tiba di Indonesia, Jumat (9/9/2016), dalam lawatan perdananya setelah menjabat Presiden.
Dalam lawatannya Duterte juga berencana meminta pengampunan atas warganya kepada Presiden Joko Widodo.
Dalam sebuah konferensi pers, Duterte mengatakan akan meminta pengampunan Jokowi atas terpidana narkoba asal Filipina Mary Jane Veloso.
"Saya akan memohon dengan sangat hormat dan sopan pada Presiden Joko Widodo," katanya, Senin (5/9/2016) lalu.
Namun, dalam pernyataannya sebelum terbang ke Laos untuk menghadiri KTT ASEAN itu, ia juga mengatakan akan menghormati hukum Indonesia. Jadi, jika permohonannya ditolak, Duterte mengaku siap untuk menerima sistem yudisial yang berlaku di Indonesia.
"Saya tidak meragukan sistem hukum di Indonesia. Saya sudah pernah melihat dan mempelajarinya," ucap presiden berjuluk 'Trump dari Timur' itu.
"Saya juga sudah bersyukur (Mary Jane) selama ini sudah diperlakukan secara baik oleh Indonesia," tambahnya.
Menurutnya, meski ia mengajukan permohonan pengampunan, ia tetap paham bahwa ada hukum yang harus diikuti.
Sebab, ia juga mungkin akan mengalami hal yang sama jika ada yang meminta permohonan pengampunan padanya.
"Saya mungkin tidak akan tahu bagaimana menanggapi permohonan seperti itu," ucapnya lagi. (tribun/mal/Inquirer/Malaya Business Insight)