Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Korban Tak Bisa Lupakan Tragedi Bom Kuningan Iswanto Terpaksa Tarik Rok Perawat Rumah Sakit

Pada 9 September 2004, bom mengguncang Kedubes Australia, di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, mengakibatkan 14 orang kehilangan nyawa

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Korban Tak Bisa Lupakan Tragedi Bom Kuningan Iswanto Terpaksa Tarik Rok Perawat Rumah Sakit
Tribunnews/Dany Permana
Korban bom Kuningan yang tergabung dalam Forum Kuningan membawa karangan bunga di depan Kedubes Australia, Jakarta Selatan, Selasa (9/9/2014). Acara tersebut digelar untuk memperingati 10 tahun tragedi bom Kuningan. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA) 

TRIBUNNEWS.COM  -- ISWANTO (42), seorang korban selamat tragedi bom di Kedubes Australia, kawasan Kuningan, Jakarta, 9 September 2004 lalu, tak bisa melupakan peristiwa naas tersebut. "Saya tidak bermaksud menguak luka lama. Ini sudah jadi suratan bagi saya, kejadian itu tidak dapat dilupa," ujar Iswanto.

Pada 9 September 2004, bom mengguncang Kedubes Australia, di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, mengakibatkan 14 orang kehilangan nyawa dan 102 orang lainnya luka-luka. Peringatan tragedi tersebut, Sabtu (9/9) di kawasan Slipi, diisi dengan menyerukan pesan perdamaian melalui silaturahmi bertema Kekerasan Jangan Dibalas Kekerasan.

Kegiatan diadakan Forum Kuningan yang merupakan wadah para penyintas (korban selamat) bom Kuningan.

"Kami masih dan akan terus mengenang aksi brutal itu. Tragedi tersebut memang sudah berlalu, namun tidak boleh dilupakan agar masyarakat selalu waspada. Kejahatan kemanusiaan itu tidak boleh terjadi di masa depan," ujar Ketua Forum Kuningan, Mulyono Sutrisman.

Iswanto, bapak dua anak, saat itu bekerja sebagai petugas keamanan Kedubes Australia. Akibat ledakan bom, satu matanya tidak lagi berfungsi. "Bagaimana sakitnya menjadi korban bom. Saya mengalami cacat seumur hidup," katanya.

Iswanto kemudian bercerita kembali mengenai detik-detik meledaknya bom yang dibuat oleh kelompok Jamaah Islamiyah (JI) tersebut. Menurut iswanto pada Kamis pagi itu, ia berangkat kerja seperti biasanya. Tanpa ada firasat apapun ia bertugas berjaga di sisi luar Kedubes Australia.

Ia berjaga di bagian luar gerbang kedubes untuk memantau lalu lintas sekitar. Sekitar pukul 10.30, tiba-tiba ada mobil boks datang mendekat dan hendak menuju halaman kedubes.
Lantaran hendak masuk, oleh Iswanto mobil itu kemudian diarahkan ke samping jalan untuk diperiksa terlebih dahulu. "Namun baru saja saya beranjak tiga langkah, tiba-tiba bom meledak," katanya.

Berita Rekomendasi

Saat itu ia pingsan dan tidak tahu apa yang terjadi. Ketika siuman, ia hanya merasakan kegelapan. Saat itu Iswanto mengaku hanya mendengar jeritan minta tolong.

Mencoba berdiri sambil meraba-raba, Iswanto kemudian memegang seluruh tubuhnya yang penuh luka dan pakaiannya compang-camping. "Saya belum menyadari mata saya tidak bisa melihat. Saya hanya merasa mata saya panas," katanya.

Satu jam kemudian ia mendapat pertolongan pertama dan dibawa ke rumah Sakit MNC. Namun begitu tiba di rumah sakit, ia mengaku telantar lantaran saking banyaknya pasien korban bom saat itu. Ia duduk di lorong dengan harapan cepat dipanggil oleh dokter ataupun suster.
38 Titik luka

Setelah menunggu lama tidak juga mendapat repon dari petugas, ia kemudian menarik rok suster yang lewat di depannya. Rok suster tersebut ditarik hingga terjatuh di depannya.

"Saat suster tersebut melihat yang menarik roknya adalah korban bom, Iswanto kemudian ditangani. Bapak ingat saudara Bapak? Ingat nomor telepon? Saya jawab, saya ingat," katanya.

Lantaran peralatan tidak memadai, Iswanto kemudian dirujuk ke Rumah sakit Aini. Di rumah sakit tersebut ia kemudian di-rontgen.

Setelah diperiksa, Iswanto kemudian kembali dirujuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Di rumah sakit tersebut ia mengaku baru ditangani secara serius. "Kemudian diketahui terdapat 38 titik luka di sekujur tubuh saya," katanya.

Organ yang mengalami luka parah yakni mata. Pada malam harinya dilakukan operasi. Iswanto ingat betul yang melakukan operasi adalah Nila Moeloek yang kini menjabat Menteri Kesehatan.
Beliau yang melakukan operasi, ia bilang cukup parah, dan mengatakan mata saya tidak akan berfungsi baik," katanya.

Setelah dioperasi di RSCM beberapa hari kemudian ia di pindahkan ke rumah sakit Medistra. Ia kemudian kembali dioperasi lantaran masih ada serpihan logam di matanya sebelah kanan.
"Kurang lebih saya dirawat satu bulan lima hari," paparnya.

Pengobatan dan penyembuhan tidak berhenti disitu saja. Iswanto mengaku harus mengikuti konsultasi pemulihan psikologis selama enam bulan.

Sebagai seorang korban, saya harus bangkit tidak terpuruk, kehidupan harus berjalan. Anak-anak harus dibesarkan. Itu motivasi saya untuk sembuh," katanya.

Bersyukur, Iswanto kini masih bekerja di Kedubes Australia. Semua pengobatan ditanggung pemerintah Australia. Sejak 2007, Kedubes Australia mengangkatnya sebagai seorang staf.

"Bersyukur saya pihak kedubes masih memberdayakan kami," katanya. (taufik ismail)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas