Kepala Staf Kepresidenan Sepakat KPK Bisa Jerat Perusahaan Pelaku Korupsi
Menurut Teten, itu sebenarnya sudah masuk dalam konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan Indonesia sudah meratifikasinya.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki sepakat mengenai rencana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjadikan tersangka perusahaan atau korporasi sebagai pelaku korupsi.
Menurut Teten, itu sebenarnya sudah masuk dalam konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan Indonesia sudah meratifikasinya.
"Nah kenapa sekarang swasta masuk dalam rezim anti korupsi, karena dampak korupsi bukan ditimbulkan dari sisi pemerintah saja, tapi korupsi di swasta juga," kata Teten di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Kamis (15/9/2016).
Teten mengungkapkan praktik korupsi di bidang swasta sebenarnya cukup banyak.
Antara lain suap menyuap, pembukuan ganda, memanipulasi pembukuan dan sebagainya.
"Seperti di Amerika, ketika perusahaannya korup dan bangkrut, dampak ekonomi nasionalnya besar sekali. Kita 98 mengalami hal yang sama, ketika bank swasta kolaps karena banknya kotor," ungkap Teten.
Teten pun menyambut baik rencana KPK untuk menjerat perusahaan sebagai pelaku korupsi.
Terkait rencana tersebut, Teten lebih setuju jika KPK saja sebagai lembaga yang menjerat perusahaan.
"Makanya hati-hati bagi perusahaan yang melakukan suap menyuap, memanipulasi nilai saham ketika dijual di bursa. Itu namanya korupsi," tukas Teten yang pernah memimpin Indonesia Corruption Watch (ICW).
Sekadar informasi, tata cara mengenai pemidanaan perusahaan kini sedang disusun dalam bentuk Peraturan Mahkamah Agung (Perma).
Rancangan Perma tersebut akan dipresentasikan di kamar pidana Mahkamah Agung pada 22 September 2016.
Di Perma tersebut akan mengatur mulai dari proses penyelidikan hingga perwakilan korporasi yang yang diseret ke pengadilan.
"Bagaimana proses penyelidikannya, siapa yang mewakali korporasi, bagaimana kalau pengurusnya meninggal, bagaimana menyita korporasi, dan banyak hal, dari awal sampai putusan itu diatur secara jelas," kata Wakil Ketua KPK, La Ode Muhamad Syarif, Jakarta, belum lama ini.