Berbatasan dengan Filipina, Warga Keluhkan Tidak Ada Alat Pendeteksi Bom di Pelabuhan Tagulandang
Wilayah Tagulandang merupakan tapal batas, yang secara geografis berbatasan dengan Filipina dan Poso, Sulawesi Tengah.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, TAGULANDANG - Pelabuhan Tagulandang di Sulawesi Utara sangat sederhana dan tidak terlalu besar. Pelabuhan ini letaknya berdekatan dengan pemukiman warga.
Aktifitas bongkar muat hingga penyebrangan penumpang tidak terjadi setiap saat karena jasa kapal hanya ada di jam-jam tertentu.
Selama ini, pengawasan pada barang bawaan warga di pelabuhan tidak diawasi ketat. Warga khawatir apabila ada warga atau pendatang yang sengaja membawa bahan peledak.
Terlebih wilayah Tagulandang merupakan tapal batas, yang secara geografis berbatasan dengan Filipina dan Poso, Sulawesi Tengah.
Minggu lalu, Tribunnews berkunjung ke Pulau Tagulandang dengan menumpang kapal cepat dari Pelabuhan Manado, butuh waktu tiga jam untuk sampai di sana.
Di dalam kapal, banyak warga membawa barang bawaan mulai dari kardus, karung, hingga kantong plastik.
Barang-barang yang dibawa pun cukup beragam mulai dari sayur mayur, pakaian, tempat tidur bahkan mesin cuci.
Saat naik maupun turun dari kapal, tidak ada pemeriksaan baik dari petugas keamanan maupun pihak kapal.
Usai kapal bersandar di Pelabuhan Tagulandang, warga dengan bebas bisa keluar kapal dan menuju ke lokasi yang dituju.
Yang lebih rawan lagi, saat menggunakan kapal biasa yang berlayar malam hari dan menempuh waktu lima jam berlayar.
Penumpang di dalam kapal termasuk barang bawaannya mereka tidak terlalu terkontrol.
Soal minimnya pengawasan barang bawaan di pelabuhan Tagulandang sempat dikeluhkan warga dan mereka khawatir ada yang membawa bahan peledak.
Menanggapi hal itu, Wakapolres Sangihe, Kompol Yusuf Baba juga mengamini tidak adanya alat pendeteksi bom di Pelabuhan Tagulandang.
Meski begitu, pihaknya tetap melakukan pengawasan dengan menerjunkan tim Intel dan jihandak di Pelabuhan yang berbaur dengan warga.
"Alar tersebut sangat terbatas, kami dari kepolisian ada anggota Intel yang pakai pakaian preman dan bagian handak atau bahan peledak. Mereka memantau pergerakan turun naikknya penumpang termasuk barang bawaanya," tegas Yusuf Baba.