Jaksa KPK Dalami 'Rapat Setengah Kamar' Pimpinan Komisi Dengan Kementerian PUPR
Hakim menjatuhkan vonis empat tahun enam bulan penjara kepada mantan anggota Komisi V DPR fraksi PDIP tersebut.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) sudah memberikan penilaian terkait putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kepada terdakwa Damayanti Wisnu Putranti.
Hakim menjatuhkan vonis empat tahun enam bulan penjara kepada mantan anggota Komisi V DPR fraksi PDIP tersebut.
Damayanti dinyatakan terbukti bersalah menerima suap dalam proyek jalan di Maluku dan Maluku Utara pada Kementerian Pekerjaan Umum an Perumahan Rakyat (PUPR).
Dalam vonis ini, Majelis Hakim menjadikan 'rapat setengah kamar' antara pimpinan Komisi V dan pihak Kementerian PUPR sebagai fakta hukum yang tak boleh diabaikan.
"Majelis menetapkan kesepakatan yang dibahas dalam rapat tertutup dan atau rapat setengah kamar di ruang sekretariat Komisi V DPR sebagai fakta hukum," kata Hakim Anggota Sigit Herman Binaji saat membacakan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/9/2016).
Dalam pertimbangan hakim tersebut KPK diminta mengusut istilah 'rapat setengah kamar'.
Jaksa KPK pun menegaskan, pihaknya akan menindaklanjuti fakta hukum dimaksud. Terutama nama-nama pimpinan Komisi V yang muncul selama persidangan Damayanti.
"Putusan Majelis Hakim menyebutkan adanya keterlibatan beberapa pihak lain. Itu yang akan kita dalami. Termasuk dari keterangan Damayanti ihwal skenario (penyaluran program aspirasi) itu kami akan mendalami," kata Jaksa KPK, Ronald F Worotikan.
Seperti diketahui, dalam persidangan Damayanti, terkuak istilah rapat setengah kamar, yaitu rapat tertutup antara pimpinan Komisi V DPR dan Kementerian PUPR.
Pejabat Kementerian PUPR yang hadir di antaranya Sekretaris Jenderal, Taufik Widjojono, serta Kabiro Perencanaan dan Anggaran, Hasanuddin.
Kemudian pimpinan Komisi V yang hadir, antara lain Kapoksi Hanura Fauzih Amro, Kapoksi PKB Mohamad Toha, Wakil Ketua Komisi V Lazarus dan Michael Wattimena, serta Ketua Komisi V Fary Djemy Francis.
Damayanti yang menjadi justice collaborator ini, menyebut ada dugaan 'jual beli' dana aspirasi dalam rapat tertutup tersebut. Dugaan 'jual beli' itu maksudnya, jika keinginan pimpinan Komisi V soal pagu anggaran dana aspirasi ditolak Kementerian PUPR, maka pimpinan Komisi V tidak akan menyetujui Rancangan APBN yang diajukan kementerian yang dipimpin Basuki Hadimuljono tersebut.
Sebaliknya, jika diterima maka pimpinan Komisi V akan memuluskan RAPBN yang diajukan Kementerian PUPR.
Dari situ pula muncul dugaan jatah-jatah nilai pagu anggaran yang bisa dinegosiasikan Komisi V DPR kepada Kementerian PUPR untuk program aspirasi. Kata Damayanti, anggota Komisi V mendapat nilai pagu sebesar Rp 50 miliar, Kapoksi Komisi V dapat jatah Rp 100 miliar, sedangkan untuk pimpinan Komisi V sebanyak Rp 450 miliar.
Selain tiga anggota Komisi V DPR, yakni Damayanti, Budi Supriyanto, dan Andi Taufan Tiro, pada kasus ini KPK juga menjerat empat orang lainnya sebagai tersangka. Keempatnya adalah Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary, Abdul Khoir serta dua staf Damayanti, yakni Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini.
Selain Damayanti, Budi, Andi, Amran, Dessy, dan Julia, ada nama lain yang diduga turut menerima suap dari Khoir. Yakni eks anggota Komisi V yang kini duduk di Komisi III DPR, Musa Zainuddin.