Tersangkut Suap, Komisi Yudisial Dalami Dugaan Pelanggaran Kode Etik Dua Hakim Kasus Jessica
"Mohon maaf belum bisa kami publikasikan detailnya. Yang pasti jika keterkaitannya kuat, maka pelanggaran kode etik telah terjadi"
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Komisi Yudisial sedang memproses dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya.
Dua hakim yang sedang mengadili terdakwa pembunuhan Jessica Wongso itu disebut Jaksa Penuntut Umum KPK menerima suap terkait pengurusan perkara di PN Jakart Pusat.
"Setiap informasi yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran kode etik sudah pasti dikaji dan didalami oleh KY. Kami sedang mendalami seluruh keterangan yang muncul dalam persidangan terutama terkait nama yang disebut," kata Juru bicara KY, Farid Wajdi, Jakarta, Jumat (14/10/2016).
Menurut Faridj, jika keterkaitannya sangat kuat dengan bukti-bukti yang diperoleh, maka dapat dipastikan Partahi dan Casmaya melanggar kode etik.
"Mohon maaf belum bisa kami publikasikan detailnya. Yang pasti jika keterkaitannya kuat, maka pelanggaran kode etik telah terjadi," tukas Farid.
Sebelumnya, Jaksa KPK Pulung Rinandoro mengungkapkan mengenai keterkaitan dua hakim tersebut terkait kasus gugatan PT Mitra Maju Sukses (PT MMS) terhadap PT Kapuas Tunggal Persada saat membacakan dakwaan terdakwa Ahmad Yani dan Raoul Adhitya Wiranatakusumah.
Kuasa hukum PT Mitra Maju Sukses, Raoul Adhitya Wiranatakusumah, pernah menemui Partahi dan Casmaya. Yani dan Raoul didakwa memberi suap sebanyak kepada hakim Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya melalui Santoso.
"Pada tanggal 13 April 2016, Raoul Adhitya Wiranatakusumah datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menemui Partahi Tulus Hutapea, namun karena tidak ada di ruangannya maka Raoul Adhitya Wiranatakusumah hanya menemui Casmaya yang juga salah satu anggota majelis hakim perkara tersebut," kata Pulung Rinandoro Rabu (12/10/2016).
Kepada kedua hakim, Raoul menjanjikan SGD 25 ribu dengan maksud Majelis Hakim yang diketauai Partahi menolak gugatan PT MMS. Raoul juga menjanjikan SGD 3 ribu kepada Santoso untuk kompensasi perannya melobi Partahi dkk.
Usai kesepakatan dengan Santoso, Yani menemui Raoul untuk mengambil uang Rp 300 juta dari rekening Raoul. Uang sebanyak itu kemudian ditukarkan dalam mata uang dolar Singapura dan menjadi SGD 30 ribu dalam pecahan SGD 1.000.
Kemudian Raoul memerintahkan Yani untuk memisahkan duit-duit pelicin itu menjadi SGD 25 ribu dan SGD 3 ribu. Uang SGD 25 ribu ditaruh di amplop putih bertuliskan 'HK'. HK itu merupakan kode untuk 'Hakim' yang diperuntukan kepada Partahi dan Casmaya. Sementara uang SGD 3.000 ditaruh amplop putih bertuliskan 'SAN' yang merupakan kode untuk Santoso. Sisanya, SGD 2 ribu dikantongi oleh Yani.
Lalu majelis hakim Partahi cs pada 30 Juni 2016 memutus tidak dapat menerima gugatan PT MMS kepada PT KTP. Usai putusan itu, Santoso menghubungi Yani untuk menanyakan janji pemberian uang itu.
Sebelumnya, telah memeriksa Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya pada 18 Agustus 2016 untuk tersangka Panitera Pengganti PN Jakarta Pusat Santoso.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.