Praktik Pungli di Polri Sangat Tinggi
Tak hanya kepada jajaran kepolisian, namun juga pihak berwenang di instansi lain yang bersentuhan langsung dengan pelayanan masyarakat.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar mengingatkan perluanya ada perubahan pola pikir dalam menerapkan program bersih-bersih pungutan liar. Dengan demikian, apa yang diamanahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa berjalan konsisten ke depan.
Tak hanya kepada jajaran kepolisian, namun juga pihak berwenang di instansi lain yang bersentuhan langsung dengan pelayanan masyarakat. "Kami ingin ini konsisten, tidak hangat-hangat tahi ayam. Kita harus bangun tekad bersama melayani tanpa membebani masyarakat," ujar Boy dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (15/10).
Boy menganggap, selama ini pungli dianggap hal yang biasa oleh masyarakat.
Aktivitas ini kerap ditemukan dalam keseharian masyarakat, misalnya untuk mengurus surat izin mengembudi, surat tanda nomor kendaraan, dan sebagainya. Antara aparat dan masyarakat pun saling membutuhkan, pelayanan bisa cepat asal ada uang pelicin.
"Kita lerlu memikirkan masalah ini adalah hal yang tabu. Peelunya pemahaman jati diri, tupoksi, dan posisikan diri sebagai aparatur negara yang harus amanah," kata Boy.
Oleh karena itu, dibentuk satuan tugas khusus untuk mengamputasi "penyakit" pungli yang sudah kronis itu. Boy menilai, Kapolri pun membuat instruksi internal untuk bersih-bersih Polri dari pungli.
Dalam sebuah diskusi di Jakarta kemarin, anggota Komisi III DPR RI Aboe Bakar Alhabsyi meminta agar Kapolri Jenderal Tito Karnavian berani melakukan pembersihan praktik pungutan liar (pungli) di institusinya sendiri. Aboe meminta agar Polri tidak hanya berani menangkap pelaku pungli di institusi lainnya.
"Semoga Pak Tito tidak hanya sekedar melangkah di tempat-tempat institusi lain. Dia harus berani di institusinya sendiri. Itu yang kita harapkan," kata Aboe Bakar.
Menurut Aboe Bakar, praktik di institusi Polri tergolong tinggi. Apalagi data dari Ombudsman RI mengatakan ada empat ladang subur praktik pungli dalam pelayanan publik. Keempat ladang pungli tersebut adalah pelayanan imigrasi, pelayanan SIM, tilang dan di lembaga pemasyarakatan.
Aboe mengatakan pihaknya akan mengingatkan Polri mengenai data dari Ombudsman tersebut.
"Ini ombudsman hasil survei dan penelitian dia dan kita harus sambut. Saya sebagai mitra di Komisi tiga tidak akan diam dan akan mengingatkan. ini juga sebuah pukulan buat kita di kehidpupan pelayanan publik kita ternyata masih cukup tinggi. Kita harus benahi dan ambil langkah-langkah," ungkap politikus Partai Keadilan Sejahtera tersebut.
Pada kesempatan tersebut, Aboe menghadiahkan satu pantun kepada Polri:
kuman di seberang lautan tampak jelas gajah di pelupuk mata tak kelihatan
pungli di sebelah sudah diberantas pungli di rumah sendiri masih aman.
Ombudsman Republik Indonesia mengkritik mengenai operasi pemberantasan pungli (pungutan liar) yang kini berganti nama menjadi Sapu Bersih Pungutan Liar (saber pungli).
Komisioner Ombudsman, La Ode Ida di tempat yang sama mengatakan pembentukan tim baru tersebut seolah meniadakan atau mengabaikan inspektorat jenderal di masing-masing kementerian atau lembaga yang bertugas untuk mengawasi.
"Ini bukti dari pengawasan internal yang sangat lemah. Padahal ada inspektoratnya. ditiadakan saja inspektorat kalau itu ada," kata Ida.
Menurut Ida, Pemerintah harusnya mendorong kerja dari inspektorat untuk mengawasi pelayanan publik dibandingkan membentuk tim baru. Jika memang Pemerintah tidak percaya kepada inspektorat, Ida mengatakan lebih baik itu dihapus.
"Sehingga tidak mubajir. Masak datang dari luar? kalau ada persoalan, ada indikasi seperti itu, ada jalur lain untuk laporkan. Ada whistle blower, laporlah ke Ombudsman, Polisi, Kejaksaan dan KPK," kata dia. (tribunnews/erik/kompas.com)