Menelusuri Sejarah Gedung Sate Melalui Menaranya
Salah satu benak kuat masyakat akan Menelusuri Sejarah Gedung Sate Melalui Menaranya tentu saja ornamen mirip tusuk sate di atas menara.
Editor: Content Writer
Jika diumpamakan, kata dia, bentuk kepala burung menghadap ke arah utara atau ke arah Gunung Tangkuban Perahu. Sayapnya menghadap ke Timur dan Barat, sementara buntut menghadap Selatan.
Dengan dilingkupi kaca tebal yang kuat menghalau angin dan air hujan, di menara ini berisikan beberapa meja dan kursi. Ketika Gedung Sate masih diduduki oleh Belanda, belum ada meja dan kursi pada bagian menara.
“Dulu Belanda narangtung weh di sini, kalo sekarang boleh duduk-duduk di sini. Pengunjung bisa ke sini bawa makanannya sendiri sambil menikmati pemandangan,” katanya.
Foto ruang utama berbalut kaca di Menara Gedung Sate, Senin (7/11/2016).
Setelah Gedung Sate digunakan sebagai kantor Gubernur Jabar, barulah ditaruh sejumlah kursi dan meja untuk menjamu tamu gubernur seperti duta besar, tamu negara, atau bahkan masyarakat umum.
Meski sudah berusia ratusan tahun, bentuk bangunan menara ini masih orisinil.
Kalaupun ada perbaikan, dapat dipastikan sudah sepengetahuan para pihak dan sifatnya mikro.
Contohnya lantai ruangan inti menara dulunya menggunakan ubin atau traso dan diberi lapisan ampas kelapa. Namun sekarang sudah gunakan ubin marmer asal Citatah, Kabupaten Bandung Barat alias produk asli Jabar.
Ruangan menara berkaca ini berada persis di bawah tusuk sate yang menjulang tinggi ke atas. Ada bagian menarik benda bersejarah lainnya yakni di tengah ruangan. Isinya kotak berisikan sirine yang pada masa kependudukan Belanda digunakan sebagai alarm penanda perang dan bencana alam.
Pada masa gedung ini masih bernama Gouvernements Bedrijven (GB), bunyi sirine dapat menjangkau sejauh 2000 km sampai ke Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Namun seiring semakin banyaknya bangunan tinggi di Kota Bandung, jelas menghalangi nyaringnya bunyi sirine ini.
Foto alat sirine di Menara Gedung Sate, Senin (11/09/2016).
“Bagi warga yang penasaran mendengarkan bunyi sirine dari menara Gedung Sate ini bisa didengar tanggal 17 Agustus, Tahun Baru, dan setiap Hari Pahlawan 10 November,” kata Yanto.
Ornamen tusuk sate yang menjulang di atas menara memiliki fungsi sebagai penangkal petir. Tusuk sate berjumlah enam ornamen ini sebenarnya berbentuk jambu air yang menandakan enam ornamen sebagai simbol besaran biaya yang dikeluarkan dalam membangun Gedung Sate sebesar enam juta Gulden.
Menurutnya, sekalipun menjadi penanda inti bangunan, lantai empat dan lima ini tidak pernah ekslusif. Siapapun masyarakat yang ingin datang, yang ingin melihat panorama Kota Bandung dari sudut pandang menara Gedung Sate, dapat langsung mengunjunginya.
”Umum boleh masuk ke sini asalkan minta izin secara prosedural. Kalo emang lagi nggak ada acara apa-apa di sini, silakan aja. Tidak dipungut biaya sama sekali. Ini kan bangunan pemerintah,” pungkas pria energik yang hafal banyak sejarah gedung tersebut. Ayo jelajahi Menara Gedung Sate! (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.