Sri Mulyani: Ini Sinyal untuk Petugas dan Wajib Pajak Nakal
Tertangkapnya seorang pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Pajak mendapat tanggapan serius Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Penulis: Valdy Arief
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tertangkapnya seorang pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Pajak mendapat tanggapan serius Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Mantan pejabat di Bank Dunia itu sampai datang ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat pengumuman tersangka dibacakan pimpinan lembaga anti-rasuah itu.
Saat memberikan keterangan, Sri Mulyani berkali-kali menyebut dirinya kecewa dengan ulah bawahannya.
Dia pun sampai merencanakan pembenahan di Dirjen Pajak yang melibatkan KPK sebagai pengawas.
Lembaga yang berkantor di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta akan diberi kesempatan oleh Sri Mulyani untuk menyelidiki lebih dalam perihal perilaku korup petugas pajak.
"Kami buka kesempatan seluas-luasnya untuk investigasi," kata Sri Mulyani saat memberikan keterangan pada awak media di gedung KPK, Selasa (22/11/2016).
"Ini akan menjadi sinyal kepada aparat dan wajib pajak nakal, dan ini bukan sinyal menakutkan bagi wajib pajak dan staf pajak yang baik," sambungnya.
Lebih lanjut, Menteri Keuangan menjelaskan perilaku korup petugas pajak sebenarnya sudah dihindari pihaknya.
Termasuk dengan sistem birokrasi online guna menghindari pertemuan yang tidak perlu antara wajib pajak dengan petugas.
Namun, dalam beberapa permasalahan sumber penerimaan negara itu, tatap muka antara kedua pihak tersebut tidak bisa dihindarkan.
"Apa lagi urusan sengketa pajak," kata Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani, permasalahan kemudian timbul ketika ada aparat pajak yang memandang wajib pajak bermasalah sebagai lahan garapan.
"Kami harus selesaikan persoalan aparat pajak yang nakal," katanya.
Sebagai informasi, KPK telah menangkap tangan Kepala Sub Direktorat Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum di Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno.
Ia diduga menerima sejumlah uang dari pengusaha bernama R Rajamohanan Nair.
Dari penangkapan itu, KPK menyita uang senilai Rp 1,3 miliar yang diduga untuk menghilangkan kewajiban Rp 78 miliar di PT Eka Prima Ekspor Indonesia.