Rajesh Irit Bicara Usai Diperiksa Terkait Dugaan Suap Pajak
Presiden Direktur PT EK Prima Ekspor Indonesia Rajesh Rajamohanan Nair enggan berkomentar mengenai suap 148.500 dolar AS.
Editor: Anita K Wardhani
![Rajesh Irit Bicara Usai Diperiksa Terkait Dugaan Suap Pajak](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/presiden-direktur-pt-ek-prima-ekspor-indonesia-rajesh-rajamohanan-nair_20161125_174338.jpg)
Namun niat itu kandas setelah Handang menolaknya.
"Bukan diminta duit, dijadikan objek, dipanggil lagi dijelaskan tetapi juga enggak jelas. Saya bisa memahamilah," ungkapnya.
Bukan hanya itu, Tommy mengatakan, kliennya tersebut pernah membuat pengaduan mengenai tindakan sejumlah oknum Ditjen Pajak. Hingga saat ini pengaduan tersebut tidak mendapat tindak lanjut.
"Kami akan temui tim reformasi pajak supaya ini diteliti secara terbuka, transparan dan diketahui juga kenapa tax amnesty itu ditolak sejak awal," kata Tommy seraya mengemukakan, pemerasan tersebut dilakukan oleh lebih dari satu orang yang bekerja di Ditjen Pajak.
"Oknum pemeras ini bukan satu orang, yang jelas kami akan buka nanti," kata Tommy.
Kepala Sub Direktorat Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno diduga menjual pengaruhnya.
Pengaruh tersebut kemudian digunakan Handang untuk menghasilkan uang dari perusahaan-perusahaan yang mengemplang pajak.
"Bisa jadi dia memiliki pengaruh atau dia menjual pengaruh kepada pihak yang akan memberi," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha.
Menurut Priharsa, KPK akan menghadirkan saksi ahli yang akan menjelaskan mengenai tugas pokok dan fungsi jabatan yang diduduki Handang.
"Untuk itu nanti kita akan panggil saksi tentunya orang yang mengetahui job description mengenai pekerjaan tersebut," kata dia.
Priharsa menyebut, PT EK Prima Ekspor Indonesia memiliki surat tagihan pajak Rp 78 miliar.
Uang tersebut adalah tunggakan pajak PT EK Prima dari tahun 2014 hingga tahun 2015 yang terdiri dari Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan bunga.
"Tahun 2014 sampai tahun 2015. Jadi ada dua komponen di sana, pertama ada komponen PPn dan ada komponen bunga dari keterlambaatan pembayaran pajak yang bersangkutan," katanya.(tribunnews/eri k sinaga/kompas.com)