Polisi Buru Penyandang Dana Rencana Makar
Polri mengatakan pengusutan dugaan makar di aksi 212 tidak akan berhenti pada penetapan tujuh tersangka saja.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri mengatakan pengusutan dugaan makar di aksi 212 tidak akan berhenti pada penetapan tujuh tersangka saja.
Penyidik Polda Metro Jaya masih terus mengembangkan kasus tersebut dan masih memungkinkan adanya penambahan tersangka.
Salah satu bidikan penyidik yang kini tengah diusut yaitu siapa penyandang dana dari pihak yang diduga akan melakukan makar pada pemerintahan yang sah.
"Nanti masih dalam pemeriksaan semua, termasuk soal apakah ada uang dari pihak lain," kata Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar, Sabtu (3/12) kemarin.
Mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya ini menegaskan apabila penyandang dana terdeteksi, maka bukan tidak mungkin penyandang dana akan dijadikan tersangka."Masih memungkinkan ada tersangka lain, diikuti saja perkembangannya," ujar Boy Rafli Amar.
Sebelum berlangsungnya aksi damai 2 Desember, pada Jumat dua hari lalu Polda Metro Jaya menangkap dan menetapkan status tersangka pada Eko, Adityawarman, Kivlan Zein, Firza Huzein, Rachmawati Soekarnoputri, Ratna Sarumpaet dan Alvin Indra Alfaris atas dugaan makar.
Ketujuh tersangka itu tidak dilakukan penahanan namun proses hukum pada mereka tetap berlanjut hingga ke meja hijau.
Rencana pemufakatan yang mereka rancang yakni membelokkan massa dari Silang Monas ke DPR RI, menduduki kantor DPR RI, dan pemaksaan supaya dilakukan sidang istimewa dan menuntut pergantian pemerintahan. Ketujuh yang dimaksud, diduga telah melakukan pemufakatan jahat.
"Memang ada inisiatornya dari tujuh tersangka ini, tapi siapa orangnya tidak bisa diungkap disini," kilah Boy Rafli.
Ia menegaskan, pihaknya tetap menerapkan asas praduga tidak bersalah pada mereka.
Mengenai peran dari masing-masing tersangka, menurut Boy Rafli Amar tidak etis apabila diungkap ke publik.
"Kami tetap kedepankan asas praduga tidak bersalah, tidak etis kalau diungkap peran mereka, nanti diikuti saja di pengadilan, pasti semuanya terbuka," kata Boy Rafli Amar.
Kini, tujuh orang sudah dipulangkan. Yaitu Ahmad Dhani, Eko Suryo Santjojo, Adityawarman Thahar, Kivlan Zen, Firza Huzein, Rachmawati Soekarnoputri, dan Ratna Sarumpaet. 3 Orang yang masih ditahan yaitu Sri Bintang Pamungkas, Jamran, dan Rizal Kobar.
Jamran dan Rizal adalah kakak beradik yang diduga menyebarluaskan ujaran kebencian terkait isu suku, agama, dan ras (SARA)."Penetapan tersangka keduanya berkaitan dengan hate speech, menyebarluaskan informasi permusuhan terhadap individu dan terhadap isu SARA," Boy Rafli menegaskan.
Kivlan Zen, satu dari sepuluh tokoh yang dituduh hendak makar, sampai detik ini belum pulang ke rumah pribadinya. Ia belum muncul di rumahnya di Gading Griya Lestari Blok H1 nomor 15, RT 02/09, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Purnawirawan Mayor Jenderal TNI itu ditangkap polisi dan TNI pada Jumat (2/12/2016) subuh jelang aksi damai 2 Desember dan dibebaskan malam harinya. Pantauan Warta Kota, rumah berpagar putih itu terlihat sepi. Tidak terlihat satu orang pun yang di dalam kediaman Kivlan.
Kivlan, diduga melakukan makar sebagaimana diatur dalam Pasal 107 KUHP juncto Pasal 110 KUHP juncto Pasal 87 KUHP. Selain Kivlan, enam lainnya uang ditangkap dengan tuduhan sama. Sementara musisi Ahmad Dhani dijerat dengan pasal penghinaan terhadap penguasa yang diatur dalam Pasal 207 KUHP.
Kivlan, perwira yang juga sempat menjabat Kepala Staf Kostrad ABRI itu diciduk oleh ratusan aparat gabungan kepolisian beserta TNI di kediamannya sekitar pukul 04.30 WIB.Tak hanya itu, Kivlan dibekuk aparat gabungan seusai menunaikan shalat subuh.
Saat penangkapan berlangsung, hanya ada Kivlan dan sopir pribadinya dan penangkapan disaksikan oleh Ketua RT setempat, Arifin. Belum terlihat pula ada kerabat maupun anggota keluarga yang datang menjenguk.
Sabtu dini hari, Kivlan saat keluar dari Mako Brimob sekitar pukul 01.30 WIB.Kivlan menolak disebut ditangkap oleh penyidik. "Saya tidak ditangkap, cuma 'diambil' saja. Diundang," kata Kivlan.
Kivlan mengaku kepada penyidik dirinya perihal pertemuan pada 1 Desember di Hotel Sari Pan Pacific. Pertemuan itu dipimpin oleh Rachmawati Soekarnoputri.
"Tentang masalah mendukung GNPF supaya Ahok ditangkap dan ditahan. Kemudian tentang masalah perubahan UUD 45, sidang istimewa itu. Saya tidak hadir," ucap Kivlan.
Selain itu, Kivlan menyebutkan, penyidik menanyakan pertemuan di Universitas Bung Karno tanggal 30 November. Namun, ia juga mengaku tidak hadir dalam acara tersebut.
"Pertemuan Sri Bintang Pamungkas yang ke MPR juga tidak hadir. Pada saat itu saya ada rapat dengan FPI," ujar Kivlan. (tribunnews/theresia /ikang/kompas.com/)