Solidaritas Pemuda Indonesia: Nilai Negara Gagal Melindungi Hak dan Kemerdekaan Beribadah
Negara terkesan tunduk pada tekanan sekelompok organisasi kemasyarakatan yang membubarkan rencana kebaktian
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Solidaritas Pemuda Indonesia menilai negara telah gagal melindungi hak dan kemerdekaan warga negara untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya, seperti yang terjadi di Bandung. Dalam kejadian ini, negara terkesan tunduk pada tekanan sekelompok organisasi kemasyarakatan yang membubarkan rencana Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di gedung Sabuga, Jl Tamansari, Kota Bandung, Selasa (6/12/2016).
Solidaritas Pemuda Indonesia menyesalkan dan sangat menyayangkan kejadian tersebut. Hal ini mencerminkan gagalnya peran negara lewat aparat pemerintah sipil dan keamanan dalam menjamin hak dan kemerdekaan beribadah sebagaimana diatur dan dinyatakan secara tegas tersurat dalam UUD 45 dan tersirat dalam Pancasila sebagai falsafah, konstitusi dan pedoman kita bersama dalam bernegara.
Pernyataan sikap Solidaritas Pemuda Indonesia ini ditanda tangani Reza Tehusalawany (Komunitas Politik Indonesia), Anggi Sanjaya GEMAKU ( Generasi Muda Khonghucu ), Anes Dwi Prasetya Ketua Demisioner PC HIKMAHBUDHI (Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia) Tangerang Selatan, Rio Tuasikal (CINTA Indonesia), Sunardo Panjaitan (Komunitas Muda Sadar Politik) dan Betamasa Silalahi (KPHI: Komunitas Profesional Hukum Indonesia).
Reza Tehusalawany yang berasal dari Komunitas Politik Indonesia, mengatakan rencana KKR yang diadakan Pdt. Stephen Tong di bawah naungan Stephen Tong Evangelical Ministry International (STEMI) terpaksa batal setelah desakan kelompok yang menamakan dirinya Pembela Ahlus Sunnah (PAS).
Lebih disayangkan lagi menurut Solidaritas Pemuda Indonesia, pelaksanaan acara sudah mendapat izin dan sesuai prosedur. Tidak hanya itu, Walikota Bandung Ridwan Kamil juga memberi dukungan dan meminta tetap dilanjutkan.
"Namun realita di lapangan pihak kepolisian setempat dalam hal ini Polrestabes Bandung tidak dapat memberikan jaminan hukum dan keamanan agar kegiatan ini dapat dilaksanakan sesuai rencana awal sehingga acara KKR terpaksa harus dibatalkan," kata Reza dalam keterangan tertulisnya, Jumat (9/12/2016).
Demi menjalankan amanat konstitusi untuk melindungi hak beribadah seluruh warga negara tanpa terkecuali dan untuk memastikan agar hal ini tidak terjadi lagi, Solidaritas Pemuda Indonesia mendesak Kapolri Jend Polisi Tito Karnavian untuk mengevaluasi kinerja kepolisian setempat (Kapolda Jawa Barat dan Kapolrestabes Bandung) yang gagal memberi rasa aman dan menjamin berlangsungnya KKR yang sudah memperoleh izin dari pihak yang berwenang.
"Kami juga minta supaya kejadian itu diusut melalui proses hukum yang terbuka sesuai prosedur yang berlaku di kepolisian atas kejadian ini dan menyampaikan hasil pengusutan kejadian ini secara terbuka kepada publik," tuturnya.
Selain itu, Solidartas Pemuda Indonesia, kata Reza menyatakan perlunya komitmen penuh aparat kepolisian dalam menjamin agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari di daerah-daerah lain dan memastikan penegakan hukum dan perlindungan hak yang tidak diskriminatif dan tebang pilih.
Sebaliknya, pihaknya juga mengimbau masyarakat umat beragama supaya bekerja sama satu sama lain dengan umat beragama lain. Disisi lain, unsur pimpinan daerah dihimbau untuk berperan aktif menjaga keharmonisan dan kerukunan umat beragama untuk menjaga toleransi agar tercipta kehidupan yang aman, tentram, tertib dan saling menghormati.
"Untuk itu perlunya mengedepankan dialog serta menyampaikan kritik dan unjuk rasa lewat jalur-jalur yang konstitusional dan disediakan oleh negara untuk menghindari terjadinya tindakan anarkis yang berpotensi meletupkan konflik horizontal," ucapnya.
Solidaritas Pemuda Indonesia juga mendesak Gubernur Provinsi Jawa Barat, Ahmad Heryawan dan Walikota Bandung Ridwan Kamil selaku untuk lebih aktif lagi dalam melakukan pembinaan terhadap ormas-ormas di wilayahnya agar taat hukum dan menghargai perbedaan serta menjamin bahwa kejadian serupa terhadap kelompok beragama dan berkeyakinan apapun tidak akan terulang kembali.