GP Ansor Apresiasi Pemkot Bandung Wajibkan Ormas PAS Meminta Maaf kepada Panitia KKR Bandung
Ormas PAS sebelumnya memaksa masuk ke dalam ruangan dan membubarkan acara yang sedang berlangsung.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gerakan Pemuda (GP) Ansor memuji sikap Pemerintah Kota Bandung yang mewajibkan kepada Ormas Pembela Ahli Sunnah (PAS) agar meminta maaf kepada Panitia Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Sabuga, Bandung.
Ormas PAS sebelumnya memaksa masuk ke dalam ruangan dan membubarkan acara yang sedang berlangsung.
"Ya kalau dia salah harus minta maaf. Itu masih baik itu Pemeritah Kota Bandung mintanya minta maaf, kan nggak sampai yang jauh," kata Sekretaris Jenderal GP Ansor, Adung Abdul Rochman, di kantornya, Jakarta, Sabtu (10/12/2016).
Adung Abdul berpendapat sanksi yang diberikan Pemerintah Kota Bandung tersebut adalah untuk mengingatkan agar kejadian serupa tidak terjadi di masa mendatang.
Adung menegaskan bahwa Konstitusi Indonesia memberikan kebebasan kepada warga negara untuk beribadah menurut kepercayaannya masing-masing.
Berdasarkan konstitusi tersebut, tidak boleh ada yang membatasi orang beribadah, tempat ibadah dan cara beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing.
Adung melanjutkan, tidak boleh ada perbedaan yang dilakukan negara terhadap orang beribadah.
Misalnya, apabila satu kelompok agama bisa menggunakan Stadion Gelora Bung Karno, maka semua kelompok agama yang di Indonesia juga bisa menggunakannya.
"Itu perlakuan yang adil, dan itu harus dijaga. Itu bentuk toleransi," kata Adung.
Sebelumnya, Pemerintah Kota Bandung menggelar rapat dan membuat kesepakatan dengan MUI, Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKUB), Forum Silaturahmi Ormas Islam (FSOI), Kemenag Kota Bandung, Bimas Kristen Kemenag Jawa Barat, Polrestabes Bandung dan Kejaksaan Negeri Kota Bandung tanggal 8 Desember 2016. Kemudian hasil rapat antara Pemerintah Kota Bandung dan Komnas HAM tanggal 9 Desember 2016, terkait permasalahan kegiatan KKR di Sabuga tanggal 6 Desember 2016.
Berikut sembilan hasil kesepakatan tersebut:
1. Kegiatan ibadah keagamaan TIDAK memerlukan izin formal dari lembaga negara, cukup dengan surat pemberitahuan kepada kepolisian.
2. Kegiatan ibadah keagamaan DIPERBOLEHKAN dilakukan di gedung umum, selama sifatnya insidentil. SKB 2 Menteri 2006 hanyalah tata cara untuk pengurusan izin Pendirian Bangunan Ibadah permanen/sementara.
3. Tidak boleh ada kelompok masyarakat sipil yang melakukan pembatasan, perintangan, unjuk rasa atau melakukan kegaduhan terhadap kegiatan ibadah keagamaan yang sudah legal karena melanggar KUHP pasal 175 dan 176, dengan hukuman kurungan badan maksimal 1 tahun 4 bulan.