Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Formappi: Perbuatan 'Suka-suka' DPR RI Sepanjang 2016

Sejarah kelam dimulai bergantinya Ketua DPR, revisi UU MD3 berulang-ulang, pembahasan APBN yang sarat transaksional hingga pengawasan yang mandul.

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Formappi: Perbuatan 'Suka-suka' DPR RI Sepanjang 2016
Ferdinand Waskita/Tribunnews.com
Formappi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai melakukan kebijakan 'suka-suka' sepanjang tahun 2016.

Hal itu diungkapkan Peneliti Senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) I Made Leo Wiratma di Kantor Formappi, Jakarta, Kamis (22/12/2016).

"Begitu banyak torehan sejarah kelam yang dibuat oleh DPR periode 2014-2019 sepanjang tahun 2016. Perbuatan 'suka-suka' ditunjukkan ketika mengambil kebijakan," kata Made.

Sejarah kelam dimulai bergantinya Ketua DPR, revisi UU MD3 berulang-ulang, pembahasan APBN yang sarat transaksional hingga pengawasan yang mandul.

Diketahui, pada awal tahun 2016 Ketua DPR berganti dari Setya Novanto kepada Ade Komarudin.

Hal itu dikarenakan Novanto mengundurkan diri dari jabatannya.

Kemudian akhir November lalu, Setya Novanto mengambil alih kembali jabatan Ketua DPR Ade Komarudin.

Berita Rekomendasi

"Pergantian Ketua DPR ini sangat menarik diberi catatan sebagai berikut, pertama hanya dalam waktu setahun, pergantian Ketua DPR terjadi dua kali dan hanya menyangkut dua nama pula, Ade Komarudin dan Setya Novanto," kata Made.

Made mengatakan pergantian tersebut merupakan sejarah baru dalam keparlemenan Indonesia sejak Orde Baru hingga era reformasi.

Pergantian keduanya juga didahului dengan laporan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) karena dugaan pelanggaran etik.

"Terakhir, begitu menjabat sebagai ketua DPR, keduanya mengeluarkan kebijakan baru yang merupakan kebalikan dari kebijakan pejabat ya g digantikan," kata Made.

Made mengakui kembalinya Novanto yang telah mengundurkan diri dari jabatannya lalu menduduki kursi Ketua DPR tidak menyalahi prosedur.

Tetapi secara fatsun politik seharusnya tidak mungkin menjabat di posisi yang sama.

"Peristiwa kembalinya Setya Novanto menduduki jabatan Ketua DPR menyiratkan bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai rasa malu dan opurtunis serta menganggap jabatan publik dapat dipermainkan semuanya," kata Made.

Made lalu mengingatkan saat Novanto menjabat pertama kalinya membuat tradisi setiap pembukaan masa sidang DPR menyampaikan rencana kerja serta menjelaskan capaian DPR. Namun, hal itu tidak dilanjutkan oleh Ade Komarudin.

Ade Komarudin malah mengambil kebijakan baru memperpendek masa reses dari satu bulan menjadi dua minggu.

Kemudian memperketat kunjungan keluar negeri, mengecek langsung daftar anggota serta menetapkan target penyelesaian tiga RUU bagi setiap komisi.

Sementara, Novanto mengembalikan lagi masa reses menjadi satu bulan dan membuka keran kunjungan ke luar negeri.

"Jadi DPR tidak memiliki system kebijakan yang kuat karena bisa diubah sewaktu-waktu sesuai selera Ketua DPR," kata Made.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas