Waketum Gerindra: Presiden Jangan Antikritik
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono meminta Presiden Joko Widodo menyikapi dengan bijak terkait adanya kritik di media
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono meminta Presiden Joko Widodo menyikapi dengan bijak terkait adanya kritik di media maupun media sosial.
Arif mengingatkan, Presiden Jokowi bisa populer dan terpilih jadi orang nomor satu di Indonesia karena kekuatan media baik media mainstream dan offstream, serta media sosial.
"Sampai dulu timnya Joko Widodo buat Jasmev, maka Joko Widodo juga harus siap di-bully dan tidak populer di media juga," kata Arif dalam keterangan tertulisnya, Jumat (30/12/2016).
Arif menegaskan bahwa Indonesia negara demokrasi dan hukum jangan dijadikan untuk mengkriminalisasi bunga-bunga demokrasi, propaganda dari oposisi jalanan yang harus diimbangi propaganda pemerintah dan kerja nyata pemerintah jangan antikritik dan antidemokrasi
"Dan kalau sampai ada ratusan ribu situs media online dan akun medsos yang memang contentnya dianggap sangat berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bertanah air, serta mendegradasi pemerintahan Jokowi-JK saat ini artinya Menkominfo yang juga punya tugas filtering berkinerja sangat buruk dan sengaja melakukan pembiaran," tutur Arif.
"Segera aja pak Joko Widodo melakukan evaluasi pada Menkominfo misalnya dengan mengantinya.
Ramainya propaganda dan kritik dari media online, media mainstream dan pemilik akun akun medsos terkait ketidakmampuan Joko Widodo yang tidak sesuai dengan antara kenyataan dan harapan para medsosser," tambah Arif.
Arif menduga, mungkin saja yang mengkritik Presiden adalah mereka yang dulu adalah bagian dari yang menciptakan seorang tokoh yang menjabat Wali Kota Solo sebagai tokoh yang paling merakyat dan mampu memimpin Indonesia dengan pencitraan yang luar biasa.
"Jadi pesan saya sebaiknya Joko Widodo santai saja menghadapi propaganda, kritik di media enggak perlu paranoid dan apalagi emosi bicara dengan data yang tidak tepat seperti data TKA China yang katanya cuma 21.000 orang kenyataannya ketika Menaker sidak ke sebuah pabrik milik perusahaan investasi China dari 38 TKA China hanya 20 yang legal selebihnya 18 TKA ilegal, serta bukan masuk kategori proyek Turn Key," tandasnya.