Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Politikus Demokrat: Jangan Ada Istilah Penguasa Merangkap Pengusaha di PLN dan Pertamina

"Jangan sampai di kedua BUMN itu ada istilah penguasa merangkap pengusaha,"

Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Politikus Demokrat: Jangan Ada Istilah Penguasa Merangkap Pengusaha di PLN dan Pertamina
Tribunnews/Dany Permana
Sartono Hutomo. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar

TRIBUNNEWS.COM, JAKART‎A - Sartono Hutomo menegaskan mengatakan anggota dewan jangan lelah mengkritisi kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN), khususnya Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Pertamina.

Angoota Komisi VI DPR RI mengungkapkan pernyataannya menyikapi naiknya tarif produk yang harus dibayar rakyat dari dari kedua perusahaan berpelat merah tersebut.




"Yang jelas kita semua khusus DPR harus terus mengkritisi kinerja PLN dan Pertamina," kata Sartono di Gedung DPR, Jakarta, Senin (9/1/2017).‎

Terkait kinerja kedua BUMN tersebut, Sartono menggarisbawahi pentingnya peranan pengawasan dari Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurutnya, pengawasan dari penegak hukum tersebut diyakini akan menjadikan kedua BUMN tersebut lebih berhati-berhati dalam menjalankan bisnisnya.

"Peran BPK dan KPK kudu maksimal," ucap politikus Demokrat itu.

BERITA TERKAIT

Pria yang merupakan wakil rakyat dari daerah pemilihan Jawa Timur VII itu juga menekankan pentingnya batas antara regulator maupun operator.

Dirinya berharap tidak ada pembuat kebijakan merangkap sekaligus sebagai pelaku usaha pada kedua BUMN itu.

"Jangan sampai di kedua BUMN itu ada istilah penguasa merangkap pengusaha," katanya.

Masih kata Sartono, naiknya tarif listrik khususnya bagi pelanggan 900 watt dan bahan bakar minyak (BBM) belakangan ini telah menjadikan biaya hidup rakyat semakin melonjak.

Peningkatan biaya hidup tersebut tentu akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat yang sedang mengalami himpitan ekonomi.

Sikap kritis itu yang ia tunjukkan selayaknya dimaknai sebagai upaya untuk menjaga dan menyelamatkan BUMN.

Selain itu, penyampaian kritik terhadap BUMN merupakan kewajiban legislator dalam peran sebagai penyalur aspirasi rakyat yang diwakili.

"Sikap kritis ini harus dimaknai sebagai konstribusi anak bangsa untuk meyelamatkan BUMN-BUMN ini dari praktik-praktik yang tidak sehat dan kita sebagai wakil rakyat untuk menyampaikan jeritan rakyat," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas