Efek Turunan Dinasti Politik di Banten Berbahaya Bagi Demokratisasi
Korupsi dana bantuan sosial Pemprov Banten yang menyeret Ratu Atut Chosiyah lahir dari efek buruk dinasti politik.
Editor: Y Gustaman
Kajian Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan begitu cepat realisasi penyerapan anggaran, program hibah dan bantuan sosial selama Atut memimpin Banten.
Hanya hitungan bulan dari total anggaran Rp 340,4 miliar, sebanyak Rp 207 miliar atau 60,8 persen sudah dapat direalisasikan. Sedangkan dana bantuan sosial dari total anggaran Rp 51 miliar, sebesar Rp. 49,8 miliar atau 97,7 persen sudah disalurkan.
"Sangat cepat dibandingkan program-program pemerintah yang umumnya sangat buruk dalam proses serapan," ujar Koordiantor ICW Ade Irawan.
Paling mencurigakan dari semua realisasi itu adalah sebagian besar lembaga penerima dana tidak ada. Hanya 30 lembaga penerima dana yang memiliki nama dan alamat yang jelas, sedangkan sisanya tidak.
ICW menemukan bukti dana hibah Pemprov Banten selama Atut memimpin mengalir ke lembaga-lembaga fiktif dan orang-orang terdekatnya.
Data ICW menunjukkan dana hibah di antaranya Rp 1,85 miliar mengalir ke DPD KNPI Banten yang dipimpin Aden Abdul Khalik, adik tiri-ipar Atut.
Dana Rp 1,75 miliar mengalir ke Tagana Banten pimpinan Andhika Hazrumy, anak Atut. Sementara P2TP2A pimpinan Ade Rossi, menantu Atut sekaligus istri Andhika, mendapat Rp 1,5 miliar.
Himpaudi (Himpunan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia) Banten yang juga dipimpin Ade Rossi mendapat Rp 3 miliar.
KONI Banten yang diketuai Ady Surya Darma dari Golkar, partai pendukung Atut, mendapat Rp 15 miliar.
Ade memastikan korupsi yang dilakukan pejabat publik dalam ikatan politik dinasti tak hanya merugikan negara tapai juga merugikan masyarakat, seperti Atut terhadap warga Banten.
"Kenapa keluarga Atut maju terus di Pilkada Banten? Karena akses terhadap sumber daya akan lebih mudah ketika berkuasa. Apalagi keluarga Atut kan keluarga pengusaha,” ujar dia.